Hadipurnomo, Antropologi Visual, Dan Sumba

Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-06-20 / Halaman : / Rubrik : OBI / Penulis :


“AKU ingin mati di Sumba!” katanya berulang kali semasa hidup. Ia lahir di Malang, Jawa Timur; sempat tinggal di Bali; lama hidup di Jakarta; setelah pensiun kembali ke Surabaya; dan di akhir petualangan ia ingin dikubur di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Keinginan aneh itu berasal dari Hadipurnomo, perintis kajian antropologi visual dan etnofotografi di Indonesia. Senin, 8 Juni 2020, di tengah sunyi subuh, pada umur 89 tahun, keinginan itu lunas sudah.
Perkenalan Hadipurnomo dengan sinema dimulai pada 1974. Saat itu, sutradara Teguh Karya memintanya bergabung sebagai penata artistik dalam pembuatan film Cinta Pertama. Tawaran itu diterima dengan bersemangat. Namun, selama pembuatan film berlangsung, Hadipurnomo justru merasa gelisah. Menurut dia, bahasa film fiksi konvensional membosankan karena menempatkan sutradara dan juru kamera sebagai dewa pencipta ilusi. Semua serba tertata dan artifisial. Kegelisahan itu kemudian mendorong Hadipurnomo menjelajahi kemungkinan bahasa film yang berbeda, yang lebih luwes untuk menggambarkan realitas sosial.
Masih pada tahun yang sama, Hadipurnomo mendekati Affandi. Ia mengutarakan keinginannya membuat dokumenter yang merekam proses Affandi melukis. Awalnya Affandi menolak ide tersebut. Affandi tidak ingin prosesnya melukis diganggu oleh kepentingan sutradara. Hadipurnomo lantas menyanggupi permintaan tersebut. Ia berjanji selama mengambil footage tidak akan mengintervensi proses melukis Affandi. Kolaborasi tersebut menghasilkan tiga buah dokumenter pendek yang merekam perjalanan Affandi melukis di Cirebon, Tangkuban Parahu, dan Lembah Baliem. Tampak dalam sebuah bagian, lensa kamera diarahkan Hadipurnomo untuk merekam jemari kaki yang bergerak liar. Seolah-olah ingin menggambarkan getaran energi Affandi ketika menghadapi kanvas.
Untuk membuat dokumenter tersebut, Hadipurnomo tinggal bersama keluarga Affandi selama sekitar satu setengah tahun. Ia dekat dengan Kartika. Ia juga dekat dengan Pak Djon, sopir pribadi yang memahami Affandi luar-dalam. Proses panjang ini…

Keywords: Obituari
Rp. 15.000

Foto Terkait


Artikel Majalah Text Lainnya

M
Melukis itu Seperti Makan, Katanya
1994-04-23

Pelukis nashar yang "tiga non" itu meninggal pekan lalu. tampaknya sikap hidupnya merupakan akibat perjalanan…

P
Pemeran Segala Zaman
1994-04-23

Pemeran pembantu terbaik festival film indonesia 1982 itu meninggal, pekan lalu. ia contoh, seniman rakyat…

M
Mochtar Apin yang Selalu Mencari
1994-01-15

Ia mungkin perupa yang secara konsekuen menerapkan konsep modernisme, selalu mencari yang baru. karena itu,…