Oei Him Hwie, Si Penjaga Karya Pramoedya
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-07-11 / Halaman : / Rubrik : IQR / Penulis :
NASKAH Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer masih tersimpan rapi di rak kaca Perpustakaan Medayu Agung, Surabaya. Di dekatnya ada karya lain sastrawan asal Blora, Jawa Tengah, itu, juga fotonya saat dipenjara di Pulau Buru, Maluku. Naskah Bumi Manusia itu istimewa karena ditulis tangan oleh Pramoedya di atas kertas semen semasa di Pulau Buru. Segepok tulisan tersebut tak ubahnya harta berharga bagi Oei Him Hwie, 82 tahun, eks jurnalis yang mendirikan Perpustakaan Medayu Agung.
Di Medayu Agung, yang terdiri atas tiga ruangan, manuskrip Pramoedya berada di area yang sama dengan buku-buku langka koleksi Hwie. Di lemari buku bersusun lima setinggi 2,5 meter itu ada Bumi Manusia terbitan pertama, cetakan pertama Di Bawah Bendera Revolusi karya Sukarno, dan Madilog tulisan Tan Malaka. Ada juga bahan mentah Ensiklopedi Citrawi Indonesia yang ditulis Pramoedya. “Hingga Pram meninggal, ensiklopedia itu tak pernah diterbitkan,” kata Heru Krisdianto, penulis buku Memoar Oei Hiem Hwie: Dari Pulau Buru sampai Medayu Agung, Kamis, 9 Juli lalu.
Pada Senin siang, 6 Juli lalu, tak banyak orang yang datang ke Medayu Agung. Hanya ada setidaknya empat pengunjung yang menyusuri rak berisi koleksi buku langka. Selain satu sudut yang menampung karya Pramoedya, ada lemari yang menampung buku-buku tebal di bangunan seluas kira-kira 10 x15 meter itu. Koleksi di situ tak kalah langka. Ada History of Java karya Stamford Raffles, Mein Kampf bikinan Adolf Hitler, juga buku-buku berbahasa Belanda dan karya Adam Malik. Ketua Yayasan Medayu Agung, King Gaudi, mengatakan Mein Kampf milik Hwie bertanda tangan Hitler.
Oei Hiem Hwie (kanan) menemui Pramoedya di Jakarta setelah bebas, pada 1979./ Tempo/KUKUH S WIBOWO
Hingga tiga tahun lalu, tercatat ada 10 ribu buku yang tersimpan di Medayu Agung. Agar kualitas buku tetap baik, Hwie menaburkan merica, cengkih, dan silika di setiap rak untuk mengusir rayap dan ngengat. Selain buku, terdapat satu eksemplar Trompet Masjarakat edisi Sabtu, 8 Mei 1965, di sana. Itulah satu-satunya koran Trompet Masjarakat yang selamat dari perampasan tentara saat Hwie diciduk pada 1965. Edisi itu sebelumnya disimpan Hwie di dalam laci meja rumahnya di Malang, Jawa Timur. Bundel majalah lawas juga ada di Medayu Agung. Misalnya koran lama Manifesto, Suluh Indonesia, Ampera, Pewarta Surabaia, Api Pantjasila, Surabaja Post, Berita Yudha, Operasi, Suara Rakjat, dan Sinar Harapan serta sejumlah eksemplar media cetak berbahasa dan beraksara Cina.
Walau Medayu Agung kaya akan buku lawas dan langka, Heru menilai kekuatan perpustakaan ini ada pada karya-karya Pramoedya. Sebab, hanya Hwie yang memiliki manuskrip lengkapnya. Tak aneh bila kebanyakan pengunjung datang ke Medayu Agung hanya untuk melihat langsung naskah tersebut. “Terutama yang ditulis di atas kertas semen,” tutur Heru.
Banyak peneliti, wartawan, dan mahasiswa, baik dari dalam maupun luar negeri, datang ke perpustakaan yang sejak tahun lalu pengelolaannya diserahkan Hwie ke kawan karibnya, King Gaudi, ini. Selain Pramoedya sendiri, yang pernah berkunjung ke Medayu Agung di antaranya Benedict Anderson, Charles Coppel, Daniel S. Lev, Tan Ta Sen, dan Claudine Salmon. Tak ada pungutan biaya bagi siapa pun yang ingin menengok koleksi Medayu Agung. Mereka hanya mesti mengisi buku tamu yang berada di bagian depan ruangan.
Oei Hiem Hwie di…
Keywords: Perpustakaan, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…