Lamat-lamat Ekosistem Riset
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-08-08 / Halaman : / Rubrik : LAPSUS / Penulis :
Undang-Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang melahirkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) diharapkan dapat memperjelas wujud ekosistem riset dan inovasi di Indonesia. Ketiadaan struktur organisasi dan tata kelola di Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN membuat upaya integrasi lembaga penelitian dan pengembangan serta pengkajian dan penerapan belum dapat berjalan. Ekosistem kian tak terwujud lantaran tidak ada kerja sama antara dunia riset dan dunia usaha yang difasilitasi pemerintah.***
SUDAH satu setengah dekade Yenny Meliana, 43 tahun, menjadi peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak bergabung sebagai calon pegawai negeri sipil pada 2005. Doktor dari National Taiwan University of Science and Technology ini tetap konsisten menekuni riset bidang kimia sesuai dengan gelar kesarjanaannya dari Jurusan Teknik Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Yenny, yang sejak pertengahan 2019 menjabat Kepala Pusat Penelitian Kimia, mengaku nyaman menjadi peneliti. “Gaji sebagai peneliti sudah cukup untuk dapat bekerja dengan nyaman dan fokus. Tidak perlu cari job tambahan,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Selasa, 4 Agustus lalu.
Menurut dia, infrastruktur riset pun sudah mulai mutakhir dan mendukung pekerjaan riset sesuai dengan kebutuhan kekinian. “Tidak perlu lagi mengirim sampel ke luar negeri untuk dianalisis seperti dulu,” ucap Yenny, yang bersama timnya telah menghasilkan 27 paten, tiga di antaranya telah dilisensikan ke mitra industri.
Nasib Yenny di lembaga penelitian nonkementerian lebih baik dari yang lain. Gunawan Pasaribu dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan merasa gaji yang diterimanya mencukupi, tapi ia menghadapi keterbatasan infrastruktur dan dana yang sangat minimal. “Sulit mendapat infrastruktur riset yang memadai. Untung punya link ke peneliti instansi lain, jadi bisa menggunakan laboratoriumnya,” kata Gunawan, yang sudah 17 tahun menjadi peneliti. “Anggaran riset terbatas sekali sehingga belum mampu menghasilkan invensi dan inovasi,” tutur peneliti hasil hutan bukan kayu itu.
Kondisi Yenny dan Gunawan masih jauh lebih baik ketimbang Shinatria Adhityatama, peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang sejak 2013 berstatus pegawai kontrak. Dari 130-an peneliti Arkenas di seluruh Indonesia, ada 122 pegawai negeri sipil. Menurut dia, jumlah peneliti minim lantaran seleksinya disamakan dengan perekrutan pegawai negeri. “Idealnya perekrutan peneliti khusus. Seleksinya bisa berupa portofolio riset dan publikasi,” tutur peraih beasiswa pascasarjana di Griffith University, Australia, itu.
Sumber daya manusia dan infrastruktur riset, menurut Kepala LIPI Laksana Tri Handoko, merupakan dua dari tiga modal riset yang utama. “Kalau dua itu ada, anggaran datang sendiri atau bisa dicari dari mana saja,” ujarnya dalam wawancara via Zoom, Sabtu, 1 Agustus lalu.
Dia mengungkapkan, penyebab kapasitas riset Indonesia tidak berkembang sejak 1970-an adalah salah kelola sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur. “Mulai 2018 kami melakukan perubahan besar. Dulu SDM dan anggaran terpisah di pusat-pusat penelitian, sekarang terintegrasi,” ucap Handoko.
Peneliti dari Departemen Pertanian melakukan identifikasi tanaman tembakau di persawahan Desa Walitelon, Temanggung, Jawa Tengah, 23 Juli 2020. Antara/Anis Efizudin
Begitu pula infrastruktur riset, yang tidak lagi dimiliki pusat penelitian di LIPI, melainkan diintegrasikan di kantor pusat. “Peneliti kebun raya sekalipun tidak lagi punya kebun raya. Mengapa? Karena dulu peneliti kebun raya lebih sibuk mengurusi kebun raya ketimbang melakukan riset. Sekarang kebun raya kami ambil alih, peneliti bisa memakainya kapan pun,” kata Handoko. LIPI, dia menambahkan, melakukan investasi infrastruktur yang besar, hampir Rp 2 triliun dalam perencanaan 2017-2022. Jumlah itu belum mencakup keperluan untuk kapal riset yang baru.
Handoko menjelaskan, dengan adanya infrastruktur dan perubahan manajemen riset sehingga…
Keywords: Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, Bambang, Inovasi, Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Teknologi, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…