Gus Im, Manusia Multidimensional
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-08-15 / Halaman : / Rubrik : OBI / Penulis :
PUBLIK sangat mengenal Gus Dur, tapi amat sedikit yang mengenal Gus Im. Padahal kakak-adik anak founding father dan tokoh Nahdlatul Ulama, Kiai Haji Wahid Hasyim bin Hasyim Asy’ari, tersebut ibarat satu keping mata uang dalam sisi yang berbeda.
Lahir di Jakarta, 30 Oktober 1953, enam bulan setelah ayahnya meninggal dalam kecelakaan mobil yang ia yakini sebagai operasi intelijen, Gus Im, yang bernama lengkap Hasyim Wahid, adalah sosok misterius. Ia menyukai buku, tapi juga menggilai keris dan senjata. Ia jago aljabar dan matematika, tapi juga menggeluti dunia klenik dan metafisika. Ia sangat rasional dalam sebuah kesempatan, tapi bisa konspiratif dalam kesempatan berbeda. “Im adalah adikku yang paling susah dimengerti,” kata Gus Dur, suatu kali.
Meski besar sebagai anak Menteng dengan ayah mantan menteri dan kakek Rais Am Nahdlatul Ulama, Gus Im hobi keluyuran ke tempat-tempat kaum underdog. Sejak usia sekolah menengah pertama dia sering bermain ke Pasar Jatinegara, sebuah kebiasaan yang ia lakukan hingga masa tuanya. Ia berteman dengan para penjual batu akik serta preman-preman di sana. Ia akrab dengan buku, tapi juga hobi mengutak-atik sesuatu. Tak puas dengan karambol yang dibeli kakaknya, ia membuat karambol sendiri yang lebih baik kualitasnya. Craftsmanship adalah salah satu hobi dan keahliannya, yang masih terlihat hingga masa tuanya lewat aktivitas membuat keris.
Seperti Gus Dur, Gus Im dikenal cerdas oleh teman-teman atau saudaranya. “Ia bisa memecahkan soal aljabar dengan rumusnya sendiri,” ucap Amanda Damayanti, temannya di sekolah menengah atas. Saat teman-teman SMP-SMA-nya asyik dengan bacaan remaja, ia sudah berkutat dengan memoar Gandhi dan puisi-puisi Pablo Neruda. Namun, dengan kecerdasannya tersebut, ia tidak pernah menyelesaikan kuliahnya. Ia pernah masuk Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung serta Psikologi dan Ekonomi Universitas Indonesia, tapi tiga-tiganya hanya dijalani sebentar. Tiap kali ditanya mengapa, ia hanya menjawab pendek: “Enggak cocok aja.”
Sebagai orang yang 20 tahun lebih mengenalnya dan juga sebagai orang yang tidak berbakat kuliah, saya bisa memahaminya. Gus Im adalah seorang defian, outlier, ikonoklas,…
Keywords: Abdurrahman Wahid | Gus Dur, Obituari, 
Foto Terkait
Artikel Majalah Text Lainnya
Melukis itu Seperti Makan, Katanya
1994-04-23Pelukis nashar yang "tiga non" itu meninggal pekan lalu. tampaknya sikap hidupnya merupakan akibat perjalanan…
Pemeran Segala Zaman
1994-04-23Pemeran pembantu terbaik festival film indonesia 1982 itu meninggal, pekan lalu. ia contoh, seniman rakyat…
Mochtar Apin yang Selalu Mencari
1994-01-15Ia mungkin perupa yang secara konsekuen menerapkan konsep modernisme, selalu mencari yang baru. karena itu,…