Kemerdekaan
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-08-15 / Halaman : / Rubrik : CTP / Penulis :
KETIKA Chairil Anwar menulis,
Aku mau bebas dari segala
Merdeka
Juga dari Ida
Ia pasti tahu—atau segera akan tahu—yang dikehendakinya mustahil. Di tengah dunia yang menyimpan endapan sejarah, seorang penyair paling liar pun tak akan bisa “bebas dari segala”.
Katakanlah ia tak percaya kepada suratan nasib, tak peduli kepada norma di sekeliling. Tapi tetap: ia berkutat dalam “penjara bahasa” untuk memakai istilah Fredric Jameson—meskipun bahasa itu juga yang membantunya menyatakan diri. Dalam bahasa, ia terpaut dengan orang lain, yang ikut membentuk percakapan. Ia tak sepenuhnya leluasa, sendirian, tak terikat kesepakatan.
Tapi teriak Chairil sungguh teriak yang merdeka. Ketika ia menyatakan kehendaknya dengan sepenuh hati, “aku mau bebas...”, ia mengutarakannya dengan dan dalam jiwa yang bebas. Di momen itu, kemerdekaan sesuatu yang aktual. Ia tak dikendalikan atau dibatasi nisbah tertentu.
Kita bisa membuat analoginya dengan proklamasi kemerdekaan. Pada tanggal 17 Agustus 1945 itu, entitas yang saat itu menyebut diri “kami, bangsa Indonesia” sebenarnya baru sebuah harapan—mungkin imajinasi, mungkin juga waham. “Kami...” yang…
Keywords: Goenawan Mohamad, Catatan Pinggir, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Xu
1994-05-14Cerita rakyat cina termasyhur tentang kisah percintaan xu xian dengan seorang gadis cantik. nano riantiarno…
Zlata
1994-04-16Catatan harian gadis kecil dari sarajevo, zlata. ia menyaksikan kekejaman perang. tak jelas lagi, mana…
Zhirinovsky
1994-02-05Vladimir zhirinovsky, 47, banyak mendapat dukungan rakyat rusia. ia ingin menyelamatkan ras putih, memerangi islam,…