Kumitir, Katastrofe, Dan Tafsir Lain
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-09-12 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :
HARI kelima belas. Para mahasiswa Departemen Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, dipimpin geolog Doktor Amien Widodo terjun ke lokasi ekskavasi situs Kumitir, Desa Kumitir, Kecamatan Jatirejo, Mojokerto, Jawa Timur. Hari itu Senin, 24 Agustus 2020. Sudah sekitar dua minggu tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur melakukan penggalian di Kumitir. “Kami datang sebagai sukarelawan membantu BPCB,” kata Amien Widodo. Para mahasiswa ITS itu bergerak melakukan survei geolistrik, georadar, dan stratigrafi terukur.
Salah seorang mahasiswa tampak mengulur meteran sepanjang kurang-lebih 15 meter di kawasan penggalian yang berlokasi di belakang permakaman umum Desa Kumitir. Dari ujung meteran, dua mahasiswa mendorong alat georadar bolak-balik. Setelah itu, mereka membaca data yang tertera pada layar alat tersebut. Alat georadar bisa menembus kedalaman tanah sampai 30 meter. “Kami meneliti kondisi tanah di lokasi penggalian. Kami juga mengambil sampel di beberapa tempat,” ucap Amien. Sampel-sampel itu selanjutnya diteliti di laboratorium geofisika ITS selama sekitar tiga pekan. “Sehingga kami bisa menyimpulkan ini dulu bekas endapan apa,” tutur Amien.
Mahasiswa Teknik Geofisika ITS sedang meneliti lapisan tanah menggunakan alat georadar di Situs Kumitir, Mojokerto, 24 Agustus lalu. Tempo/Kukuh S. Wibowo
Amien berujar, dilihat dari sampel yang telah dikaji ITS, mungkin ada endapan bekas banjir bandang yang menerjang Kumitir. Atau mungkin bekas banjir lahar akibat erupsi gunung api. “Endapan banjir bandang dan banjir lahar punya ciri-ciri khusus, maka kami di sini meneliti ciri-ciri itu. Kami mengambil sampel dari sisi hulu, tengah, dan hilir,” ucap Amien.
• • •
EKSKAVASI sebulan penuh, sejak 4 Agustus sampai 9 September lalu, yang dilakukan BPCB Jawa Timur di Kumitir itu disebut-sebut merupakan ekskavasi paling spektakuler untuk menyibak kehidupan masa lalu Majapahit dalam beberapa tahun terakhir. Penggalian dilakukan di area seluas 6 hektare dan melibatkan kurang-lebih 55 pekerja warga setempat serta sekitar 40 tenaga ahli BPCB. Awalnya, pada 2017, sejumlah perajin batu bata di Kumitir menemukan sebuah struktur batu bata kuno seperti tembok rendah. BPCB memperkirakan temuan itu adalah struktur talut yang sesungguhnya memanjang jauh.
Pada 21-30 Oktober 2019, BPCB melakukan penggalian hingga kedalaman 1,5 meter mengikuti struktur tembok kuno itu. Hasilnya menakjubkan: benar, ada talut panjang yang tersembunyi ratusan tahun di dalam tanah. Kondisinya pun masih baik. Panjang talut itu mencapai 187 meter dengan tinggi 120 sentimeter. Adapun ketebalan bata merahnya mencapai 140 sentimeter. Talut kuno itu mempesona karena tampak masih kokoh dan setiap 5 meter terdapat dimensi pilar.
Berdasarkan temuan itu, para arkeolog BPCB menyusun hipotesis. Talut panjang tersebut diperkirakan merupakan talut yang berada di sisi timur dan bagian dari desain kompleks besar talut berdenah segi empat. Artinya, masih ada struktur talut lain di bagian barat, utara, dan selatan. Yang lebih menantang, BPCB menduga talut itu mengelilingi sebuah bangunan suci. Di titik ini, BPCB mengeluarkan hipotesis menggairahkan: kawasan inti itu mungkin merupakan tempat pendarmaan Mahesa Cempaka, yang meninggal pada 1280 Masehi. Mahesa Cempaka adalah bangsawan Singasari. Dia cucu Ken Arok dan Ken Dedes. Raja-raja Majapahit, seperti Raden Wijaya dan Hayam Wuruk, memiliki garis silsilah langsung dari Mahesa Cempaka. Mahesa Cempaka wafat saat Singasari dipimpin Kertanegara. Nama tahbisannya adalah Narasinghamurti.
Tim Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur melakukan ekskavasi di situs Kumitir Dusun Bendo, Desa Kumitir, Mojokerto, Jawa Timur, 10 Agustus lalu. Tempo/Kukuh S. Wibowo
Dari mana BPCB memiliki hipotesis bahwa Desa Kumitir dulu merupakan lokasi pendarmaan Mahesa Cempaka? Jawabannya: kitab Nagarakretagama dan Pararaton. Dalam Nagarakretagama dan Pararaton disebutkan Mahesa Cempaka didarmakan di Kumeper. Nagarakretagama menjelaskan bangunan suci yang dilengkapi arca Syiwa yang indah. Nama Kumitir juga ada dalam teks kuno Kidung Wargasari. Dalam teks itu, Kumitir disebut sebagai nama sebuah daerah yang dilintasi seorang pemuda bernama Wargasari (tokoh cerita ini) dalam perjalanannya menuju Lemah Tulis, Majapahit, untuk mempelajari agama. Nama beberapa daerah yang disebut dalam kidung itu memang mirip dengan nama-nama desa di sekitar Trowulan sekarang, seperti Sajabung (Desa Lebak Jabung) dan Banjaran Getas (Desa Getas). Menurut KRT Manu J. Widyasaputra, ahli bahasa Jawa Kuno dan Sanskerta dari Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, kata kumeper dan kumitir bersinonim. “Kalau dari segi morfologi, kumeper asal katanya keper, yang artinya lambaian. Kumeper artinya melambai-lambai karena angin. Sedangkan asal kata kumitir adalah kitir atau lambaian. Kumitir, karena itu, juga berarti melambai-lambai karena angin,” katanya kepada Tempo.
Ekskavasi besar-besaran lalu dirancang BPCB Jawa Timur untuk membuktikan apakah hipotesis mengenai pendarmaan Mahesa Cempaka itu benar. Pelaksana tugas Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan BPCB Jawa Timur, Harjo Lukito, mengatakan evakuasi baru bisa dilaksanakan pada Agustus lalu karena menunggu anggaran dari pusat turun. Selain itu, negosiasi pembebasan lahan dengan pemiliknya membutuhkan waktu. “Belum seluruh lahan…
Keywords: Cagar Budaya, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…