Pasukan Merah Penjaga Marwah
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-10-10 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :
AGUSTINUS merapal mantra. Aroma dupa menguar di ruangan berukuran sekitar 6 x 5 meter yang dihiasi bermacam patung dari berbagai ukuran. Di sudut lain kediaman yang berlokasi di Desa Sambora, Kalimantan Barat, itu terlihat beberapa guci keramik dan beragam senjata. Benda-benda itu milik pria 40 tahun yang menyandang gelar Pangalangok Jilah, pemimpin puluhan panglima Pasukan Merah Dayak yang tersebar di seantero Kalimantan, tersebut.
Di hadapan Agustinus terdapat beras ketan kuning yang ditaruh di atas mangkuk tembaga. Di atas beras itulah ditaruh sebatang dupa. Agustinus lalu meraup segenggam beras. Ia mendekatkan beras itu ke mulutnya, lalu berbisik dalam bahasa Dayak Kanayant. “Kami mau pergi, tolong jaga dan lindungi kami,” ucapnya, Selasa, 29 September lalu.
Perjalanan kami menuju Riam Sambora pun dimulai. Riam Sambora terletak di sebuah hutan adat yang disebut Keramat Bukit Raya. Bagi masyarakat umum, kawasan ini juga dikenal dengan julukan Bukit Raya Toho. Letaknya di Desa Sambora, Kecamatan Toho, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Ketinggiannya sekitar 800 meter dari permukaan laut. Di Keramat Bukit Raya, ada tujuh tingkat air terjun.
Pangalongok Jilah dan ajudannya mempersiapkan diri untuk berkomunikasi dengan leluhur Kemarat Bukit Raya di Desa Samboram Toho, Mempawah, Kalimantan Barat, September 2020. Tempo/Aseanty Pahlevi
Pendakian ke Riam Sambora memerlukan waktu sekitar satu setengah jam. Sedangkan perjalanan menuju riam sendiri melewati ladang-ladang warga, padang rumput, lahan sawit masyarakat, dan sungai berair jernih. Mendekati riam, pada dua batang pohon yang terbentuk alami menyerupai gerbang, kami menanggalkan alas kaki.
Yunus, 25 tahun, ajudan Agustinus yang selama perjalanan berada paling belakang, lalu membakar dupa. Agustinus pun membuka kausnya. Ia mengenakan gelang-gelang tembaga, mengikat kakinya dengan kain merah, lalu menyandang pedangnya. “Adil ka’talino, barucamin ka’ saruga, basengat ka’ Jubata,” kata Pangalangok Jilah, membelah suara air terjun. Seruan ini mempunyai makna mendalam: adil kepada sesama manusia, becermin kepada surga, dan selalu ingat Tuhan Yang Maha Esa.
Agustinus tak begitu saja bergelar pangalangok. Semula, ia berjulukan Panglima Jilah sampai kemudian dua tahun lalu ditahbiskan sebagai pangalangok, yang membawahkan para panglima se-Borneo. Kekuasaan itu ia warisi dari ayah dan ibunya, Mustar dan Paulina, yang satu garis keturunan dari…
Keywords: Suku Adat Dayak, 
Foto Terkait
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…