Lakon Si Buruk Dan Si Baik

Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-10-17 / Halaman : / Rubrik : EB / Penulis :


PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan Indonesia Financial Group (IFG) Life sedang bermain peran. Jiwasraya menjadi “Si Buruk”. IFG Life, yang sebenarnya belum lahir, menjadi “Si Baik”. Lakonnya: Si Buruk bakal dihabisi, tersisa Si Baik yang hidup.
Skenario penyelamatan Jiwasraya yang tengah disiapkan pemerintah itu mengadopsi penyehatan bank sistemik ala closed bank bail-in. Dalam strategi ini, bank baik (good bank) akan didirikan untuk menampung aset dan kewajiban bank buruk (bad bank) yang dilikuidasi. Jika aset yang diterima kurang dibanding kewajiban, bank baik akan mendapat tambahan modal. “Nah, (untuk kasus penyelamatan Jiwasraya), kami yang menyiapkan good bank-nya,” kata Robertus Bilitea, Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), Jumat, 16 Oktober lalu. 
Masalahnya, Jiwasraya bukan bank. Di industri perbankan, ada Lembaga Penjamin Simpanan untuk menangani bank gagal yang berdampak sistemik. Jadi cara penyelamatan Jiwasraya, perusahaan asuransi jiwa tertua di negeri ini, agak berputar.
Jiwasraya dibiarkan hidup. Hanya aset dan nasabah serta polisnya yang dipindahkan ke IFG Life. IFG Life adalah bakal anak usaha asuransi di bawah bendera Bahana, perusahaan investasi milik negara. Pemerintah lalu akan menyuntikkan dana segar, Rp 22 triliun, agar IFG Life bisa memulai usaha dan membayar klaim eks nasabah Jiwasraya.
Dana jumbo bagian dari strategi penyelamatan nasabah Jiwasraya itulah yang kini memicu reaksi pro dan kontra. Politikus Partai Demokrat, Herman Khaeron, mempertanyakan tambahan modal besar untuk menyelamatkan perusahaan yang berdarah-darah akibat korupsi dalam pengelolaan investasi dana nasabah tersebut. “Ini bukan solusi manajerial. Pembayaran oleh negara saja ini,” ucap anggota Komisi Industri Dewan Perwakilan Rakyat—di antaranya membidangi badan usaha milik negara—itu saat dihubungi Tempo, Kamis, 15 Oktober lalu. 
Pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memvonis empat terdakwa kasus korupsi dana investasi Jiwasraya pada Senin, 12 Oktober lalu. Mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim; bekas Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo; eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan; dan Direktur PT Maxima Integra, Joko Hartono Tirto, dihukum penjara seumur hidup. 
Dua terdakwa lain, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, baru menjalani sidang pembacaan tuntutan pada Kamis, 15 Oktober lalu. Keduanya juga dituntut penjara seumur hidup. Bedanya, jaksa menambahkan tuntutan terhadap Benny dan Heru berupa pembayaran uang pengganti, totalnya Rp 16,8 triliun—senilai dengan taksiran kerugian dalam kasus ini.
Vonis dan tuntutan itu membuat pemerintah makin yakin untuk segera menggelontorkan penyertaan modal negara (PMN) buat penyelamatan Jiwasraya. Namun, seperti pandangan Herman Khaeron, pemerhati industri asuransi, Irvan Rahardjo, menilai PMN buat IFG Life lewat Bahana itu tak ubahnya bailout, negara menalangi kerugian. “Ini bailout malu-malu. Duitnya diputar dulu di BPUI, lalu klaim polis nasabah dicicil,” tutur Irvan, Sabtu, 17 Oktober lalu.
Ribut-ribut ini mulai menggoyang kepastian PMN buat BPUI,…

Keywords: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara | APBNJiwasrayaSkandal Jiwasraya
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…