Satu Atau Tujuh Pitung?
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-11-21 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :
APA yang kita kenal sebagai Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi alias Jabodetabek masa kini pernah terbagi menjadi wilayah-wilayah kecil bernama tanah partikelir. Menginjakkan kaki di Jawa pada 1806, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels berperan paling besar dalam penjualan tanah-tanah di Batavia dan sekitarnya kepada orang kaya Eropa, Cina, juga pribumi guna memperoleh modal untuk membangun infrastruktur pertahanan. Ada tanah partikelir yang luasnya hanya 4-5 hektare, ada pula wilayah yang mencapai ribuan hektare dan diolah menjadi perkebunan teh, karet, atau biji pala.
Tiap bidang tanah dikuasai oleh tuan tanah yang bebas melakukan dan menerapkan aturan apa saja terhadap warga di atas tanah miliknya. Pemerintah kolonial pun tak dapat campur tangan dalam struktur negara kecil ini. Para tuan tanah memungut pajak kelewat tinggi, memaksa penduduk bekerja tanpa upah, serta mengupah mandor serta centeng untuk memukul dan menyiksa mereka yang tak mau tunduk. Di tengah praktik sewenang-wenang itulah muncul sosok bernama Pitung. Perampok yang jago “maen pukulan” itu menjelma menjadi pahlawan di mata penduduk yang paling menanggung nestapa akibat kekejaman tuan tanah.
Jan Fabricius, jurnalis dan penulis naskah dram asal Belanda, antara 1920-1930. KITLV
Abdul Chaer dalam buku terbarunya berjudul Mencari Si Pitung: Kontroversi Jago-Jago Betawi mengawali cerita Pitung dari latar sosio-kultural ini. Satu bab awal ia dedikasikan khusus untuk memaparkan fakta dan data tentang tanah partikelir yang luasnya pernah mencapai 63 juta bau di seluruh Pulau Jawa (1 bau = 0,8 hektare). Dia juga merujuk pada berbagai catatan sejarah tentang laku para tuan tanah masa itu. Dari pilihan ini, tertangkap maksud Chaer menempatkan Si Pitung yang riwayatnya telah terbaur di antara mitos dan fakta ke dalam sebuah konteks sejarah.
Meski berangkat dari dokumen sejarah, buku Mencari Si Pitung tak ditujukan untuk menguji mana konstruksi tentang Si Pitung yang paling benar dan dapat dipercaya. Sebagai penulis puluhan judul buku tentang sejarah dan tradisi Betawi, Chaer telah mengumpulkan banyak sekali arsip, cerita rakyat, dan tuturan lisan yang berkembang di masyarakat mengenai berbagai topik dalam budaya Betawi, termasuk seputar Si Pitung. Dalam buku itu, penulis 80 tahun ini memilih membeberkan secara lugas macam-macam versi kisah Si Pitung yang dia kumpulkan. “Untuk mencari versi yang benar secara historis, kita serahkan saja kepada sejarawan,” kata Chaer.
Artikel di surat kabar De Tijd bertanggal 18-11-1893 yang berisi pergulatan antara Hinne dan Pitung, serta kematian Pitung. Wikipedia
Mula-mula, Chaer menuturkan riwayat Si Pitung yang paling diterima luas oleh masyarakat. Tak dijelaskan dari mana sumber cerita ini. Namun Chaer dengan lancar mengisahkan bahwa Pitung adalah nama panggilan untuk Salihun yang lahir di Tangerang pada 1864. Ayahnya, yang bernama Piun, berasal dari Cikoneng, sementara Pinah ibunya adalah orang Rawa Belong. Setelah kedua orang tuanya bercerai, Pitung ikut ibu dan kakeknya tinggal di Rawa Belong.
Titik balik kehidupan Salihun terjadi ketika dia dibegal sepulang menjual kambing-kambing milik kakeknya di Pasar Tanah Abang. Tak berani pulang dengan tangan kosong, Pitung memutuskan mengembara untuk mempelajari ilmu bela diri agar dapat membalas para begal itu. Pitung berguru kepada jawara dari Kemayoran, Pecenongan, dan Jembatan Lima. Setelah merasa cukup kuat, dia kembali ke Rawa Belong. Selain membalas dendam terhadap para preman, rentenir, dan mandor, Pitung memulai sebuah perlawanan yang membuat namanya terus dikenang hingga kini. Dia merampok para tuan tanah yang bergelimang harta di seantero Batavia hingga Tangerang, kemudian membagi-bagikan rampokannya kepada rakyat miskin.
Pitung segera menjadi sosok yang diburu kepolisian Batavia sekaligus dielu-elukan kaum pribumi miskin. Schout Hinne, kepala kepolisian distrik Tanah Abang, memimpin perburuan terhadap Pitung. Setelah berkali-kali berhasil meloloskan diri dengan berbagai tipu muslihatnya, Pitung akhirnya bisa dipojokkan Hinne di sebuah kompleks makam di Tanah Abang. Hinne melepaskan tiga tembakan, satu mengenai dada Pitung dan mencabut nyawanya. Dalam versi ini, Chaer menyebut Pitung wafat pada Oktober 1893.
Artikel di surat kabar Hindia Olanda edisi 16 Oktober 1893 yang memberitakan penangkapan dan kematian Si Pitung. Dok. Perpusnas
Setelah menceritakan versi umum itu, barulah Chaer memaparkan dengan runtut berbagai versi lain yang dia temukan. Chaer mengelompokkan setiap versi dalam judul kecil, seperti “Orang Tua Si…
Keywords: Betawi, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…