Menampar Muka Di Tanah Papua

Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-11-28 / Halaman : / Rubrik : NAS / Penulis :


ROMBONGAN polisi bersenjata laras panjang menggeruduk Hotel Grand Mandala, Kabupaten Merauke, Papua, Selasa pagi, 17 November lalu. Di tempat itu, sejumlah anggota staf dan anggota Majelis Rakyat Papua menginap. Tenaga ahli MRP, Wensislaus Fatubun, yang berada di lokasi itu bercerita, polisi langsung menggeledah kamar para anggota staf dan anggota MRP. Wensislaus sempat berdebat dengan polisi yang meminta kartu identitasnya. Setelah itu, polisi memborgol mereka. “Kami diangkut ke Kepolisian Resor Merauke,” kata Wensislaus kepada Tempo Senin, 23 November lalu. Menurut Wensislaus, dua malam sebelumnya, polisi juga mendatangi hotel tersebut dan meminta mereka bertemu Kepala Polres Merauke. Namun, setelah Wensislaus dan tiga koleganya tiba di sana, pertemuan itu dibatalkan. Begitu pula keesokan paginya, mereka tak bisa bertemu dengan Kepala Polres. Wensislaus baru bisa bertemu dengan Kepala Polres Merauke Ajun Komisaris Besar Ahmad Untung Surianata saat penangkapan di Grand Mandala. Hari itu, polisi menangkap sekitar 50 orang yang akan terlibat dalam rapat dengar pendapat untuk mengevaluasi pelaksanaan otonomi khusus di Papua. Ahmad Untung menuding rapat dengar pendapat itu merupakan upaya makar terhadap negara. Dia mengaku menerima informasi intelijen yang menyebutkan adanya dugaan makar tersebut. Untung pun memimpin langsung tim yang bergerak ke Grand Mandala. Polisi juga mendatangi dua penginapan yang digunakan para peserta rapat dengar pendapat. “Saat penggeledahan kami menemukan buku kuning yang berisi tentang pedoman dasar negara republik federal Papua Barat,” ujar Untung kepada Tempo.

Sejumlah anggotra Majelis Rakyat Papua ditahan oleh Kepolisian Resor Merauke, November 2020. Humas MRP/mrp.papua.go.id
Wensislaus dan teman-temannya ditahan di aula Kepolisian Resor Merauke dan diperiksa soal tujuan rapat dengar pendapat. Wensislaus mengatakan kegiatan itu merupakan agenda resmi MRP yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Apalagi pemberian dana otonomi khusus akan berakhir pada November tahun depan. Rencana menggelar rapat pun telah disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri saat MRP berkunjung ke Ibu Kota pada 1 September lalu. Kabar penangkapan itu rupanya sampai ke telinga anggota Dewan Perwakilan Daerah, Yorrys Raweyai, yang saat itu berada di Papua. Bertemu dengan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Papua Brigadir Jenderal Mathius D. Fakhiri di Jayapura, Yorrys meminta para tahanan dilepaskan. Ia menilai penangkapan terhadap anggota dan staf MRP tak tepat dan justru bisa membuat kondisi di Papua memanas. Sekitar 30 jam ditahan, anggota dan staf MRP dibebaskan. Tapi polisi meminta mereka menandatangani surat pernyataan. Isinya menyatakan menolak terlibat dalam penolakan otonomi khusus dan referendum, mendukung otonomi khusus, serta setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Wensislaus, dia dan dua anggota MRP menandatangani pernyataan tersebut.



Keywords: PapuaMajelis Rakyat Papua | MRPBadan Intelijen NegaraPapua BaratOtonomi Khusus Papua
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?