Niat Menyejahterakan Saja Tidak Cukup
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-12-19 / Halaman : / Rubrik : LAPSUS / Penulis :
KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia kembali memberikan ponten merah kepada Presiden Joko Widodo atas komitmennya dalam menegakkan hak asasi manusia. Alih-alih menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, pemerintahan Presiden Jokowi periode kedua justru diwarnai pelanggaran hak-hak sipil akibat pembangunan infrastruktur. “Jokowi harus hati-hati agar tidak menjadi bagian dari lingkaran perampasan kesejahteraan rakyat,” kata Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam dalam wawancara khusus dengan Tempo, Senin, 7 Desember lalu.
Anam, 43 tahun, mengatakan pembangunan infrastruktur di era Jokowi telah memicu banyak konflik tanah. Sepanjang 2014-2019, misalnya, lebih dari 30 persen kasus yang diadukan ke Komnas HAM adalah konflik agraria. Komisi menerima 196 aduan kasus agraria sepanjang 2018-April 2019. Selama masa pandemi, konflik agraria menjadi salah satu persoalan yang paling banyak dilaporkan ke Komnas HAM. Masalah makin pelik karena sebagian konflik dipicu sejarah peralihan tanah yang bermasalah di era Orde Baru.
Selain menanggung sederet persoalan kontemporer itu, Jokowi mewarisi seabrek pekerjaan rumah penuntasan kasus HAM berat masa lalu. Setidaknya ada sebelas kasus pelanggaran HAM berat yang belum dinaikkan statusnya ke penyidikan. Bahkan kejaksaan telah dua kali mengembalikan berkas penyelidikan tragedi Paniai di Papua. Padahal Jokowi telah mewanti-wanti Jaksa Agung agar menuntaskan kasus yang terjadi pada periode pertama pemerintahannya itu. “Jaksa Agung seperti meletakkan kasus-kasus pelanggaran HAM berat di dalam peti,” ujar Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM tersebut.
Wajah penegakan hukum dan HAM era Jokowi tahun ini makin muram selepas kasus penembakan Pendeta Yeremia Zanambani di Distrik Hitadipa, Intan Jaya, Papua, September lalu. Anam, yang memimpin tim penyelidikan kasus itu, terjun ke Hitadipa selama satu pekan untuk mengumpulkan bukti dan keterangan saksi. Pada Senin, 16 November lalu, Komnas HAM menyerahkan laporan hasil penyelidikan itu kepada Presiden Jokowi. Laporan yang sama sebelumnya diserahkan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md.
Anam menerima wartawan Tempo, Mahardika Satria Hadi, Abdul Manan, dan Raymundus Rikang, dalam dua kesempatan, yaitu pada Selasa, 17 November, dan Senin, 7 Desember lalu. Mantan pengacara keluarga aktivis HAM Munir Said Thalib ini menjelaskan terancamnya hak-hak masyarakat akibat program infrastruktur serta penanganan kasus pelanggaran HAM masa lalu yang mandek. Ia menengarai ada upaya pemerintah menutup semua kasus pelanggaran HAM berat masa lalu agar tidak jelas agenda keadilannya.
Di sejumlah daerah, proyek pembangunan infrastruktur terus menuai konflik horizontal dengan masyarakat setempat. Bagaimana catatan Komnas HAM?
Salah satu tantangan besar program infrastruktur Jokowi adalah jangan sampai melupakan masa lalu soal tanah. Sebab, hampir semua program infrastruktur berhubungan dengan tanah. Presiden dengan berbagai program infrastrukturnya harus hati-hati agar tidak menjadi bagian dari lingkaran perampasan kesejahteraan rakyat. Jika Pak Jokowi bercita-cita menyejahterakan rakyat melalui infrastruktur, ingatlah sejarah tanahnya. Itu menjadi kunci.
Apa persoalan utama dalam pelepasan tanah untuk proyek nasional di masa lalu?
Selama era Orde Baru, urusan pelepasan tanah untuk proyek nasional mempunyai berbagai masalah. Ada cerita warga yang dipaksa melepaskan tanahnya. Benar-benar dirampas. Ada yang dibayar tapi sangat kecil.
Bagaimana seharusnya pelepasan tanah dilakukan?
Tidak mungkin ada peralihan hak tanpa ada kesukarelaan. Misalnya Anda memiliki tanah, bisa dilepaskan dengan jual-beli, hibah, atau waris. Jika ada unsur pemaksaan, berarti ada rezim yang sedang berjalan. Makanya pendekatan soal konflik tanah jangan semata-mata melihat dokumen tertulis. Hal itu bisa melukai sejarah masa lalu pemilik tanah yang dulu menghadapi rezim totaliter. Banyak proyek nasional, terutama di Indonesia timur, yang seperti itu pada 1990, 1991, dan 1993.
Komsioner HAM M Choirul Anam (tengah) saat memberikan keterangan pers terkait kasus HAM di Kota…
Keywords: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia | Komnas HAM, Jokowi, Proyek Infrastruktur, Konflik di Papua, Yeremia Zanambani, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…