Ada Rajawali Di Istana Ludwig
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-02-06 / Halaman : / Rubrik : LAPUT / Penulis :
BANGUNAN berkelir krem itu berdiri persis di pertigaan Jalan Ludwigstrasse dan Theresientrasse, pusat Kota Muenchen, Jerman. Terdiri atas empat lantai, Ludwigstrasse 21—nama gedung itu—berdiri sejak abad ke-19, ketika Raja Ludwig I dari Kerajaan Bavaria masih berkuasa. Kini gedung bersejarah itu menjadi salah satu pusat perkantoran perusahaan multinasional yang amat prestisius. Luas kompleks gedung mencapai 27 ribu meter persegi. Terdapat kafe rooftop dan aula di tengah bangunan yang kerap digunakan untuk berbagai acara. Selama bertahun-tahun, Boston Consulting Group berkantor dan menghuni hampir dua pertiga gedung. Pemilik gedung itu sebelumnya, Allianz Versicherungs AB, juga tercatat sebagai penyewa di sana. “Sudah seratus persen terisi penyewa,” demikian penjelasan perusahaan pengelola gedung, KanAm Grund Real Estate Asset Management Gmbh, di situsnya. Pada 3 September 2019, KanAm mengumumkan Ludwigstrasse 21 dan empat bangunan lain di kompleks yang sama telah dijual ke Pacific Eagle. Rilis mereka hanya menyebut Pacific Eagle adalah “sebuah perusahaan milik keluarga di Singapura”. KanAm berperan sebagai konsultan manajemen aset dan investasi untuk transaksi tersebut. Lokasi bangunan berarsitektur neoklasik dan renaisans itu disebut sangat strategis karena berdekatan dengan semua fasilitas bisnis utama di Muenchen. “KanAm menjadi penasihat bagi Pacific Eagle untuk menemukan properti yang cocok bagi mereka,” ujar Head of Communications and Sales KanAm Grund Group Michael Birnbaum kepada wartawan Süddeutsche Zeitung, Senin, 1 Februari lalu. Gedung Ludwigstrasse 21 adalah pilihan kedua Pacific Eagle. Properti pertama yang ditawarkan KanAm ditolak karena dinilai “terlalu kecil”. Pada akhir tahun lalu, kolaborasi liputan investigasi antara majalah Tempo, Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP), dan koran Süddeutsche Zeitung menemukan jejak taipan kelapa sawit dan bubur kertas asal Indonesia, Sukanto Tanoto, di balik pembelian aset bernilai jumbo tersebut. Nilai transaksi ini mencapai 350 juta euro atau setara dengan Rp 6 triliun. Penandatanganan akta jual-beli berlangsung pada 26 Juli 2019. Harga pembelian itu terhitung fantastis. Sebagai gambaran, sebuah hotel bintang empat yang terdiri atas 201 kamar dan luas bangunan 11 ribu meter persegi di pusat bisnis Muenchen dijual seharga 70 juta euro, atau hampir mencapai Rp 1,2 triliun. Nilainya sekitar 6.300 euro tiap meter persegi. Sementara itu, Sukanto Tanoto membeli Ludwigstrasse 21 dengan harga hampir 13 ribu euro per meter persegi. Sejumlah data menunjukkan bahwa transaksi ini merupakan pembelian properti dengan nilai terbesar di Jerman pada 2019. “Besar kemungkinan, otoritas di Jerman tidak mengetahui identitas pemilik baru gedung itu. Sebab, pembelian melalui perusahaan cangkang biasanya tidak mewajibkan nama pemilik diungkapkan. Ketaatan terhadap aturan antipencucian uang di sektor nonfinansial di Eropa sangat rendah, terutama di Jerman,” ujar Maira…
Keywords: Jerman, Asian Agri Group, Direktorat Jenderal Pajak, Sukanto Tanoto, Pajak, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…