Terpojok Proyek Jenderal Scotch
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-02-27 / Halaman : / Rubrik : LAPUT / Penulis :
ISMAIL, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, sedang waswas. PT Dini Nusa Kusuma (DNK), perusahaan pemegang lisensi pemanfaatan slot orbit 123 derajat Bujur Timur, tak kunjung memberikan kepastian pendanaan proyek satelit yang akan ditempatkan di langit Sulawesi tersebut.
Masalahnya, Indonesia harus mengisi ruang angkasa di ketinggian 36 ribu kilometer itu paling lambat November 2024. Jika tidak, Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU)—lembaga di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa—bisa mencabut hak Indonesia mengisi slot orbit satelit yang dianggap strategis tersebut. “Amannya 36 bulan sebelum November 2024,” kata Ismail ketika ditemui, Senin, 22 Februari lalu.
Batas aman yang dimaksud adalah waktu yang diperlukan untuk proses konstruksi hingga peluncuran satelit ke orbit sasaran. Ketika masih berstatus program dengan pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pada 2016, nilai proyek ini sebesar US$ 669 juta—kini sekitar Rp 9,5 triliun.
Kementerian Komunikasi dan Informatika bertambah ketar-ketir lantaran janji DNK berulang kali meleset. Pada 9 September 2020, misalnya, Direktur Penataan Sumber Daya Kementerian Komunikasi dan Informatika Denny Setiawan—anak buah Ismail—menyurati DNK untuk menanyakan kesanggupan DNK melanjutkan proyek. Membalas surat sepekan kemudian, DNK menegaskan bahwa mereka tetap optimistis bakal mendapatkan perjanjian pokok (LOI) dari pemberi pinjaman pada akhir September 2020. Tapi optimisme itu tak terbukti.
Pada 14 Januari lalu, giliran Ismail yang menyurati DNK. Kali ini Ismail meminta perusahaan milik Arifin Wiguna, pengusaha yang tersohor sebagai pendiri Indika Entertainment, itu menyerahkan bukti pendanaan (proof of fund). Arifin, Komisaris Utama DNK, membalasnya sepekan kemudian.
Lagi-lagi DNK meminta perpanjangan waktu. Dalam suratnya, tertanggal 20 Januari 2021, Arifin menyatakan penyelesaian proof of fund dari investor yang akan digunakan untuk kepentingan kelanjutan proyek satelit 123° BT dan penyelesaian residu Kementerian Pertahanan tertunda.
Arifin berdalih belum bisa memenuhi kepastian pendanaan yang diminta Kementerian Komunikasi akibat pandemi. “Covid-19 benar-benar membuat keadaan kami sama sekali di luar dugaan,” ucap Arifin ketika ditemui di Jakarta, Rabu, 24 Februari lalu. Arifin meminta perpanjangan waktu bukti pendanaan sampai Mei 2021.
Arifin mengklaim sisa waktu 42 bulan hingga November 2024 masih cukup untuk membangun sampai meluncurkan satelit. Sedangkan Ismail menyatakan telah melaporkan perkembangan terakhir persoalan ini kepada pemimpinnya.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate juga tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. “Waktunya sudah terbatas. Slot itu nanti akan sulit diperjuangkan untuk dipertahankan lagi,” tutur Plate, Jumat, 26 Februari lalu.
Slot orbit 123° BT merupakan satu dari tujuh wilayah angkasa yang diberikan oleh ITU kepada Indonesia. Sejak 2000, Indonesia memanfaatkan slot ini sebagai orbit satelit Garuda-1. Belakangan, pada 2015, satelit yang pengelolaannya beralih dari PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) ke Inmarsat Plc, Inggris, tersebut hengkang. Pemerintah harus memastikan penggantinya jika tak ingin slot itu lepas dari genggaman Indonesia.
Dari sini semuanya bermula. Pengadaan satelit sempat dirancang sebagai proyek negara, lewat Kementerian Pertahanan, dengan judul Satelit Komunikasi Pertahanan. Belakangan, proyek ini batal, meninggalkan tagihan dari sejumlah vendor teknologi yang kadung diikat kontrak pada 2016, seperti Airbus dan Navayo.
Tak mau kehilangan slot 123° BT, proyek satelit berlanjut dengan skema swasta. DNK memenangi kontes dan mengantongi lisensi pada Oktober 2018. Namun ketidakpastian kelangsungan proyek dua tahun terakhir kini membuka tabir banyaknya persoalan dalam proyek satelit 123° BT.
•••
PT Dini Nusa Kusuma, perusahaan yang pernah menjadi bagian dari PT Indika Multimedia, terlihat hanya meneruskan program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) yang mandek. Namun jejak orang-orangnya ternyata telah ada sejak proyek itu dirancang Kementerian Pertahanan era Menteri Purnomo Yusgiantoro.
Satkomhan tercetus pada 2011. Kementerian Pertahanan mengundang sejumlah perusahaan untuk mengembangkan satelit khusus pertahanan. DNK, yang saat itu dipimpin Thomas Widodo, menyanggupinya.
Bisnis DNK semula hanya menyediakan jaringan Internet dan distributor telepon satelit. Untuk menyiapkan permintaan Kementerian Pertahanan, Thomas Widodo menggaet Thomas van der Heyden, insinyur satelit yang kondang dan pernah…
Keywords: Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pertahanan, Wiranto, Korupsi, Telekomunikasi, satelite, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…