Tonil-tonil Realis Usmar
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-03-20 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :
Kertalasmara: Saja berpengalaman dari zaman stambul, bangsawan, sampai-sampai ke zaman Dardanella hingga sekarang ini. Tidak Saudara-saudara, ini akan djadi tertawaan penonton sadja.
Kadjiman: Saja jakin orang jang menonton jang mengerti apa jang kita bitjarakan ini ingin tahu bagaimana achirnya, bukan? Meskipun kita, tjuma betjakap-tjakap sadja. Tetapi dalam pertjakapan ini ada… isinya akan menjalakan hati penonton djuga.
KUTIPAN di atas adalah cuplikan sebuah dialog dari naskah Liburan Seniman karya Usmar Ismail. Sekelompok anak muda di awal 1940-an digambarkan dalam naskah itu tengah mempersiapkan pertunjukan drama. Mereka adalah Suromo, penulis naskah merangkap sutradara; Kadjiman, pemusik; Rutaf, penata dekor; dan Kanto, aktor. Sebuah drama yang berbeda dibanding tonil-tonil sebelumnya. Judulnya: Kebangkitan. Direncanakan tidak ada bagian nyanyian atau tarian sebagaimana pertunjukan Dardanella, Miss Riboet Orion, Teater Stamboel, atau Teater Bangsawan. Mereka bergairah—meski serba kekurangan. Namun, sejak awal latihan, drama itu dikuliti oleh Kertalasmara, seorang sutradara tonil gaek.
Kertalasmara mengkritik habis-habisan naskah Kebangkitan karena isinya dialog melulu. Sebuah naskah yang buruk. Kertalasmara, yang telah banyak makan asam garam di panggung, memberikan petuah kepada anak-anak muda itu bahwa penonton harus diutamakan. Jangan sampai membuat penonton bosan. “Orang semua bisa ngantuk. Saja sudah berpengalaman lebih dari dua puluh tahun….” Kertalasmara sampai memberikan contoh kepada anak-anak itu bagaimana mengucapkan vokal yang benar seperti suara Hamlet dalam kisah-kisah yang disadur di panggung Dardanella—suara dengan sedikit intonasi nyanyian. “Suaranja mesti lebih keras. Kalau berbisik-bisik di atas panggung, mana orang bisa dengar.”
Naskah Liburan Seniman karya Usmar Ismail itu dimuat dalam kumpulan naskah drama Sedih dan Gembira bersama dua karya Usmar lain: Api dan Tjitra. Karya-karya itu dibuat Usmar di era pendudukan Jepang. Jepang saat itu membentuk Pusat Kebudayaan (Keimin Bunka Shidosho) yang mengajak seniman Indonesia terlibat dalam propaganda Asia Timur Raya. Usmar bekerja di seksi drama. H.B. Jassin menyatakan pada mulanya Usmar adalah sastrawan yang sangat antusias menyambut kedatangan Jepang—sebagaimana tecermin dalam sajaknya, “Angin Fudji”. Namun kemudian Usmar mulai kritis.
Di era Jepang itu, Usmar berani mementaskan lakon di luar program Keimin Bunka Shidosho. Usmar membentuk grup Sandiwara Penggemar Maya bersama Rosihan Anwar, Tjok Sinsu, Hario Singgih, Basuki Resobowo, dan lain-lain. Mereka mementaskan lakon sendiri dan lakon Taufik el-Hakim (alias Dr Abu Hanifah), Taufan di Atas Asia, Intelek Istimewa, dan Dewi Reni, yang menurut Jassin penuh sindiran terselubung terhadap Dai Nippon. Di era peredaran…
Keywords: Film, Seniman Teater, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…