Kontroversi de Oost Dan Westerling Â
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-05-29 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :
DE Oost adalah film Belanda pertama yang secara gamblang menyorot kekejaman militer negeri itu selama perang kemerdekaan Indonesia pada 1946. Khususnya bagaimana pelatih pasukan elite Belanda di Indonesia, Raymond Westerling, melakukan aksi teror dan pembantaian di Sulawesi Selatan hingga menelan korban ribuan orang. Film kontroversial yang dipersiapkan hampir sepuluh tahun ini mengundang segudang reaksi—sanjungan sampai kecaman—dari media dan publik di Belanda. Di Twitter, Menteri Pertahanan Belanda Ank Bijleveld menyayangkan De Oost yang meniupkan keresahan ke kalangan veteran Hindia Belanda, merujuk pada perkumpulan pensiunan tentara, seperti Federasi Hindia Belanda (FIN), yang menganggap film garapan sutradara Belanda keturunan Maluku, Jim Taihuttu, itu mencemarkan nama veteran. FIN bahkan menuntut produser De Oost ke meja hijau. Sebenarnya seperti apa latar belakang dan bagaimana pembuatan film ini hingga menyulut kontroversi? Tempo mewawancarai produser, sutradara, juga aktor yang terlibat dalam De Oost.***SUASANA kacau-balau. Sejumlah serdadu Belanda bersenjata lengkap dengan brutal menggerebek sebuah desa kecil di Sulawesi Selatan, memaksa semua penduduk—laki-laki, perempuan, anak-anak—berkumpul di lapangan terbuka. Di antara serdadu itu, seorang laki-laki bertubuh tegap maju ke depan dengan sebuah meja lipat dan bangku. Dia lalu duduk dengan tenang dan merebahkan pistolnya di atas meja. Prajurit lain berdiri dengan tegang. Bedil mereka terkokang. Si perwira yang duduk lalu mengeluarkan buku kecil dari saku, membukanya, dan memanggil sebuah nama. Seorang laki-laki desa lantas disorongkan ke hadapannya. “Benar itu namamu?” si serdadu bertanya. Pertanyaan itu diiyakan lelaki desa. Dor! Tanpa berkedip, pria berseragam gelap itu melepaskan peluru, menembus kepala laki-laki desa.
Perwira itu adalah Kapten Raymond Pierre Paul Westerling, veteran Perang Dunia II. Fragmen tersebut menggambarkan aksi teror Westerling di Indonesia pada 1946-1947, satu dari banyak adegan keras dalam film De Oost (Timur). Film karya sineas Belanda berdarah Maluku, Jim Taihuttu, ini menampilkan peristiwa yang dikenal dengan sebutan Pembantaian Westerling di tengah perang kemerdekaan Indonesia. “Film ini memaksa Belanda becermin pada periode ini, dan ini amat pedih,” kata Martijn Eickhoff, peneliti senior Institut Studi Perang, Holocaust, dan Genosida (NIOD) di Amsterdam, via telepon, 12 Mei lalu. “Mereka terbiasa melihat diri mereka sebagai korban dalam perang, bukan pelaku.”
Menjelang penayangannya di Amazon Prime, medio Mei lalu, De Oost sudah dihujani kontroversi. Semua media massa Belanda—cetak, radio, televisi, online—beramai-ramai membicarakannya baik lewat wawancara dan resensi film maupun opini dan editorial. Lara Nuberg dan Rochelle van Maanen dalam kolom opini harian Het Parool mengingatkan bahwa “puluhan film telah dibuat tentang Perang Dunia II di Belanda” dan De Oost “mengisi lubang besar yang ada dalam kesadaran kolektif Belanda”.
Eksekusi warga kampung oleh tentara dari Depot Speciale Troepen di Kampung Salomoni, Sulawesi Selatan, pada Februari 1947. Koleksi Institut Sejarah Militer Belanda (NIMH)
Selama ini fokus periode pendudukan oleh Jerman memperkuat citra Belanda sebagai pihak korban. Begitu pun pada masa penjajahan Jepang di Indonesia. Ketika itu, sekitar 150 ribu warga sipil dan militer Belanda, juga orang Indonesia, ditahan Jepang. Kakek buyut sutradara De Oost pun dulu adalah serdadu Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL). “KNIL dilihat sebagai pengkhianat dan antek Belanda di Indonesia, tapi di Belanda mereka dianggap orang asing. Rumit jadinya,” kata Ody Dwicahyo, sejarawan Indonesia lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dan Universiteit Leiden, Belanda.
Sander Verdonk, produser kawakan yang memproduseri De Oost, mengaku belum pernah mendapat sorotan seperti ini sebelumnya. Fokus media ke film ini bahkan sudah bermula delapan bulan lalu, ketika trailer pendeknya tayang. Video itu memancing amarah beberapa perkumpulan veteran, seperti Federasi Hindia Belanda (FIN). FIN menganggap film ini mencemarkan nama veteran Hindia, antara lain karena penampilan pasukan Westerling yang menyerupai tentara Nazi Jerman.
FIN dan organisasi veteran lain malah menuntut produser dan sutradara De Oost ke meja hijau. Sampai saat ini, satu kasus masih bergulir di pengadilan. Bahkan Menteri Pertahanan Belanda Ank Bijleveld pun ikut angkat bicara. “Sayang bahwa film De Oost mengakibatkan…
Keywords: Film, Sejarah Kemerdekaan, Revolusi, Kapten Westerling, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…