Sulap Aturan Limbah Berbahaya
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-06-12 / Halaman : / Rubrik : LIN / Penulis :
SEBUAH truk menggendong material di area Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Jati B, Jepara, Jawa Tengah, Selasa, 25 Mei lalu. Bodi truk yang bongsor berjalan limbung ke arah timbunan material berwarna hitam tak jauh dari pembangkit unit 5 dan 6. Di atas lapangan seluas 22 hektare itu truk berhenti, lalu menumpahkan seluruh muatannya. Lahan itu merupakan tempat penampungan abu hasil pembakaran batu bara. “Tahun 2026 mungkin sudah penuh,” ujar Grahita Muhammad, Asisten Manajer Komunikasi PLTU Tanjung Jati B, kepada Tempo.
Orang-orang mengenal material itu dengan sebutan FABA, akronim dari fly ash-bottom ash. Fly ash atau abu terbang adalah debu halus yang ditangkap menggunakan teknologi electrostatic precipitator sebelum dikeluarkan dari cerobong asap PLTU. Alat pengendap elektrostatis itu bekerja menggunakan motor bertegangan yang menghasilkan medan magnet untuk menangkap partikel debu. Material ini dibedakan dengan abu sisa pembakaran batu bara yang mengendap atau dikenal dengan sebutan bottom ash. Kedua material ini dulu tergolong limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Status FABA sebagai limbah B3 berubah sejak Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 pada 2 Februari 2021. Aturan itu antara lain mengeluarkan FABA dari daftar limbah B3. Salah satu dasar pertimbangannya adalah kajian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap sejumlah PLTU pada 2020. Menurut studi itu, FABA yang dihasilkan dari pembakaran dengan suhu di atas 600 derajat Celsius tidak bisa dikategorikan limbah B3 lantaran memenuhi parameter baku mutu. Hasil uji toksikologi juga menyatakan FABA berada di ambang batas aman.
Peraturan menteri yang menjadi aturan pelaksana peraturan pemerintah tersebut selesai digodok Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada awal Juni lalu. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 6 Tahun 2021 itu memberikan panduan teknis tentang tata cara dan persyaratan pengelolaan limbah B3 dan non-B3. “Peraturan menteri soal itu sudah diproses bagian hukum,” ucap Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Berbahaya Beracun Kementerian Lingkungan Hidup Rosa Vivien Ratnawati. Vivien membenarkan informasi bahwa FABA dari PLTU tak lagi masuk kategori limbah B3.
Aktivis lingkungan hidup Walhi bersama aktor pantomim melakukan aksi menolak penggunaan energi kotor batubara industr,i yang oleh pemerintah dihapus dari daftar kategori berbahaya di Dago, Bandung, Jawa Barat, 22 April 2021./TEMPO/Prima Mulia
FABA PLTU, kata Vivien, dianggap tak berbahaya lantaran dihasilkan dengan temperatur pembakaran setinggi mungkin, minimal 800 derajat Celcius, sehingga partikulat dalam limbah tersebut terbilang minimal. Material ini masuk kategori…
Keywords: Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3), FABA, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Indorayon Ditangani oleh Labat Anderson
1994-05-14Berkali-kali lolos dari tuntutan lsm dan protes massa, inti indorayon kini terjerat perintah audit lingkungan…
Bah di Silaut dan Tanahjawa
1994-05-14Dua sungai meluap karena timbunan ranting dan gelondongan kayu. pejabat menuding penduduk dan penduduk menyalahkan…
Daftar Dosa Tahun 1993
1994-04-16Skephi membuat daftar hutan dan lingkungan hidup yang mengalami pencemaran berat di indonesia. mulai dari…