Satu Pailit, Tiga Raksasa Mengernyit

Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-07-17 / Halaman : / Rubrik : EB / Penulis :


SEORANG pria berkaus cokelat bertulisan “Brimob” sedang menyirami taman di luar pagar tembok salah satu rumah megah di kompleks Pantai Mutiara, Jakarta Utara. Celananya dilipat selutut. “Kasih suratnya ke satpam,” ujarnya, Selasa, 6 Juli lalu.
Pria lain keluar dari balik gerbang besi tempa bergaya klasik setinggi 2 meter. Sama-sama berkelir cokelat, t-shirt yang dikenakan pria itu disablon dengan tulisan sedikit berbeda: “Air Brimob”. “Nanti saya sampaikan,” kata Budi—begitu pria itu menyebutkan namanya ketika menerima amplop putih dari Tempo.
Amplop itu berisi surat permohonan klarifikasi untuk pemilik rumah, Hengky Setiawan. Pendiri sekaligus Komisaris Utama PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk ini baru saja dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 9 Juli lalu.

Acara penandatanganan kerja sama pemanfaatan produk dan layanan mobile banking antara PT Bank Sinarmas Tbk dan PT Tiphone Mobile Indonesia di Jakarta, 11 November 2011. ANTARA/Febrianto Wibowo
Status pailit disematkan kepada Hengky dan istrinya, Lim Wan Hong, menyusul tak tercapainya upaya damai dalam proses gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan PT Bank Ganesha Tbk sejak 10 September 2020. Hengky terseret karena menjadi penjamin pribadi (personal guarantor) atas utang macet PT Prima Langgeng Towerindo senilai Rp 100,6 miliar, berupa pokok kredit dan bunganya, kepada Bank Ganesha.
Putusan pengadilan itu menambah tumpukan masalah yang tengah dihadapi “Si Raja Voucher”, julukan Hengky selama ini. Sebulan sebelumnya, 2 Juni lalu, Bursa Efek Indonesia juga mengumumkan kepada publik potensi penghapusan pencatatan saham (delisting) Tiphone. Sudah setahun lebih otoritas bursa menghentikan perdagangan TELE—kode saham Tiphone—yang juga terbelit utang gagal bayar senilai Rp 3,2 triliun.
Dua kabar tak sedap itu kini menyeret PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Raksasa telekomunikasi milik negara itu masih menggenggam 24 persen saham TELE yang tujuh tahun lalu diborong lewat anak usahanya, PT PINS Indonesia, senilai Rp 1,39 triliun. Transaksi yang beberapa tahun terakhir membikin gaduh, karena dianggap sarat keganjilan, ini kembali menjadi bahan pergunjingan di kalangan investor telekomunikasi, termasuk pemegang surat utang Tiphone.
•••
DIRILIS pada 29 April lalu, laporan keuangan tahunan 2020 PT Telkom Indonesia menggambarkan hasil akhir investasi jumbo yang dimulai tujuh tahun lalu. Saldo penyertaan jangka panjang Telkom di Tiphone kini kosong. Laporan itu menyebutkan manajemen Telkom telah memutuskan untuk membukukan penyisihan penuh terhadap investasi di Tiphone per 31 Desember 2020 lantaran ragu akan kelangsungan bisnis yang dibangun Hengky Setiawan tersebut.
Nilai penyertaan jangka panjang Telkom di Tiphone sebenarnya sudah merosot tajam pada akhir 2019, tersisa Rp 526 miliar dari saldo akhir tahun sebelumnya yang sebesar Rp 1,6 triliun. Penurunan nilai investasi senilai Rp 1,17 triliun ini dicatat sebagai kerugian yang mengurangi angka laba usaha. Begitu pula dalam pembukuan tahun lalu, laba usaha Telkom kembali berkurang, di antaranya berasal dari kerugian penurunan nilai investasi di Tiphone yang kini menjadi nol rupiah.
Kerugian Telkom akibat penurunan nilai investasi di Tiphone itu seakan-akan menjadi jawaban terbaru atas kasak-kusuk yang beredar seusai kemunculan Slamet Riyadi di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi pada 1 Oktober 2020. Kala itu, tak cukup jelas dalam kasus apa KPK memanggil Slamet, Direktur Utama PT PINS Indonesia periode Mei 2013-April 2014.

Mantan Direktur Utama PT PINS Indonesia Slamet Riyadi usai dimintai keterangan tim penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Merah Putih, Jakarta, 1 Oktober 2020. TribunNews/Ilham Rian Pratama
Pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, saat itu hanya mengkonfirmasi pemanggilan Slamet untuk kasus yang baru masuk tahap penyelidikan. “(Terkait dengan) Telkom,” ujar Ali. Sedangkan Slamet tak banyak berbicara, hanya menyebutkan bahwa ia baru pertama kali dipanggil KPK.   
Informasi tentang kasus itu justru datang dari seorang pengusaha bisnis telekomunikasi. Kepada Tempo, dua pekan setelah pemanggilan Slamet, pengusaha itu mengungkapkan bahwa penyelidikan KPK adalah buah…

Keywords: PT Telekomunikasi Selular | TelkomselPT Telekomunikasi Indonesia Tbk | TelkomBUMNBursa Efek IndonesiaPT Tiphone Mobile Indonesiasinar mas
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…