Buku Hitam Bratasena
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-08-14 / Halaman : / Rubrik : LAPSUS / Penulis :
DUDUK di ruang tunggu, redaktur koran Sinar Harapan, Panda Nababan, tengah menanti sesi wawancara dengan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Hoegeng Iman Santoso, 50 tahun silam. Tiba-tiba teriakan lantang terdengar dari ruang kerja Hoegeng di Markas Besar Angkatan Kepolisian, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan.
Sayup-sayup Panda mendengar Hoegeng memarahi Komandan Jenderal Bidang Reserse—kini Kepala Badan Reserse Kriminal—Katik Suroso. Pasalnya, Suroso membawa seorang pengusaha yang tengah tersandung perkara ke ruangannya. Hoegeng memerintahkan penyidikan tetap dilanjutkan. “Saya melihat cukong itu keluar tergopoh-gopoh, disusul Pak Suroso,” ujar Panda, Senin, 9 Agustus lalu.
Begitu Panda masuk ruangan, Hoegeng melontarkan kekesalannya. “Wah, kurang ajar itu bisa masuk ke mari. Mau antar uang pula,” kata Panda menirukan ucapan Hoegeng. Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu mengaku baru pertama kali melihat Hoegeng murka.
Hoegeng dilantik menjadi Panglima Angkatan Kepolisian Republik Indonesia pada 15 Mei 1968 menggantikan Jenderal Soetjipto Joedodihardjo saat berusia 46 tahun. Bersama sejumlah Deputi Panglima Angkatan Kepolisian, Soetjipto mengusulkan Hoegeng memimpin Korps Bhayangkara. Usul itu disampaikan kepada Letnan Jenderal Soeharto selaku Ketua Presidium Kabinet serta Presiden Sukarno dan langsung disetujui.
Dalam buku autobiografi Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan disebutkan bahwa Soeharto meminta Hoegeng agar mencairkan faksi di kalangan perwira kepolisian yang sering saling jegal. Soeharto juga meminta kepolisian—yang menjadi satu dari empat angkatan—tidak mengurusi perang seperti angkatan lain. Hoegeng menyanggupi. “Baik, Pak Harto. Tapi saya juga meminta agar angkatan lain tak mencampuri kepolisian,” jawab Hoegeng.
Jenderal Hoegeng kemudian mengubah nama Angkatan Kepolisian Republik Indonesia menjadi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ia juga mengganti sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI dengan Kepala Kepolisian RI dan Markas Besar Angkatan Kepolisian menjadi Markas Besar Kepolisian RI. Kapolri kelahiran Pekalongan, 14 Oktober 1921, itu meminta para hamba wet terbuka dalam menangani perkara dan kuat menahan godaan.
Selama menjadi Kapolri, Hoegeng kerap menerima tawaran gratifikasi hingga suap. Ia berkukuh menolak. Anak keduanya, Aditya Sutanto Hoegeng, bercerita, suatu hari ibunya, Meriyati, menerima panggilan telepon dari Sihwati Nawangwulan. Dia istri mantan Menteri Luar Negeri yang sedang menjabat Duta Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, Roeslan Abdulgani. Sihwati menyampaikan bahwa…
Keywords: Kepala Kepolisian RI | Kapolri, Markas Besar Kepolisian RI, Hoegeng Iman Santoso, Hoegeng, Kapolri, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…