Jarak
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-09-11 / Halaman : / Rubrik : CTP / Penulis :
SAYA ragu. Masuk? Tak masuk? Kafe itu seluas 4 m x 7 m, dengan 9 meja dan 25 kursi. Tamu tak terlalu padat, tapi cukup ramai. Sebagian melepas masker.
Tiga menit saya berdiri di ambang pintu yang menampung virus. Masuk? Tak masuk? Saya datang untuk “Ki Hujan”, kopi dari hutan Sarongge, yang selalu ada di sana. Saya malas kembali ke rumah. Apalagi senja gerimis.
Keputusan: saya melangkah mencari tempat duduk. Memesan “Ki Hujan”. Racikan robusta dan arabika dan sedikit gula aren ini mengurangi 65% waswas.
Pandemi telah membuat saya—dan bukan hanya saya—waswas akan ruang dan peka akan jarak. Mungkin ini yang berangsur-angsur dibentuk wabah sekarang: dengan aturan “jaga-jarak” yang berlaku berbulan-bulan, kita terbiasa bernegosiasi dengan ruang.
Padahal ruang tak pernah lepas dari kita, kita tak pernah lepas dari ruang, begitu lumrah keadaan itu hingga kita tak menyadarinya. Maka tak mudah mengatakan apa gerangan “barang” itu sebenarnya. Bahkan saya tak yakin bisakah ruang disebut “barang”.
Saya juga tak bisa menunjuk…
Keywords: Digital, Teknologi, Covid-19, Pandemi, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Xu
1994-05-14Cerita rakyat cina termasyhur tentang kisah percintaan xu xian dengan seorang gadis cantik. nano riantiarno…
Zlata
1994-04-16Catatan harian gadis kecil dari sarajevo, zlata. ia menyaksikan kekejaman perang. tak jelas lagi, mana…
Zhirinovsky
1994-02-05Vladimir zhirinovsky, 47, banyak mendapat dukungan rakyat rusia. ia ingin menyelamatkan ras putih, memerangi islam,…