Gadang Janji Dagang Emisi

Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-11-13 / Halaman : / Rubrik : LIN / Penulis :


ABDUL Ghofar tiba di Glasgow, Skotlandia, pada hari pertama Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa Ke-26 (COP26), Ahad, 31 Oktober lalu. Anggota staf bidang Kampanye Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia itu datang atas undangan Friends of the Earth, jaringan internasional organisasi lingkungan. Ia menginap di hotel yang berada di Argyle Street, sekitar 15 menit berjalan kaki menuju area konferensi di Scottish Event Campus.
Sebagai pemantau, Ghofar memiliki kartu pengenal berwarna kuning. Itu sebabnya, ketika Presiden Joko Widodo berpidato di Scottish Event Campus atau Blue Zone—area yang dikelola PBB sebagai kawasan khusus untuk delegasi—ia tidak bisa menyaksikan langsung dan hanya menonton bersama via layar televisi di sebuah ruang terbuka di hotelnya. Hanya pemilik kartu pengenal warna merah muda, yang mendapat akreditasi PBB, yang boleh memasuki Blue Zone.
Ghofar menyimak pidato Presiden Jokowi yang menyebutkan bahwa perubahan iklim berdampak besar tapi tak menjelaskan contohnya itu. Selebihnya, kata Ghofar, Presiden menjelaskan angka kebakaran hutan yang bisa ditekan menjadi 82 persen pada 2020. Selain itu, sektor kehutanan dan penggunaan lahan ditargetkan mencapai carbon net sink atau penyerapan bersih selambat-lambatnya pada 2030.
Di sektor energi, menurut Ghofar, Presiden Jokowi mengutarakan pengembangan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya terbesar di Asia Tenggara. Juga pemanfaatan energi baru dan terbarukan, termasuk biofuel, serta pembangunan berbasis energi bersih, termasuk pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara.

Abdul Ghofar dari WALHI dalam demonstrasi bersama aktivis dari Friends of Earth di sela acara COP26 di Glasgow, Inggris, 3 November 2021/Dok Pribadi
Seperti diduga Ghofar sebelumnya, tak ada ambisi baru yang disampaikan Presiden. Indonesia mengirimkan dokumen Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional (NDC) yang diperbarui dengan target penurunan emisi tetap 29 persen upaya sendiri atau 41 persen dibantu internasional ke sekretariat Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC). Yang terbaru cuma soal penyerapan bersih di sektor kehutanan tahun 2030 dan target nol emisi karbon pada 2060 atau lebih cepat.
Menurut Climate Action Tracker, tidak ada satu pun negara yang NDC-nya sesuai dengan target Perjanjian Paris 2015. Padahal Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) sudah memperingatkan bahwa NDC yang disampaikan negara-negara itu tak memadai untuk bisa mengejar target Perjanjian Paris, yaitu menekan kenaikan suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celsius pada akhir abad ini.
Anggota IPCC asal Indonesia, Edvin Aldrian, mengatakan dokumen NDC yang disodorkan sejumlah negara tak akan bisa memenuhi target Perjanjian Paris. “NDC negara-negara saat ini baru sepertiga dari target Perjanjian Paris,” ucap Edvin, Sabtu, 13 November lalu. Itu artinya suhu bumi dipastikan di atas 2 derajat Celsius pada 2100. Kenaikan suhu di atas 2 derajat Celsius tersebut akan menyulitkan…

Keywords: Perdagangan KarbonDeforestasiEmisi KarbonKrisis IklimCOP26
Rp. 15.000

Foto Terkait


Artikel Majalah Text Lainnya

I
Indorayon Ditangani oleh Labat Anderson
1994-05-14

Berkali-kali lolos dari tuntutan lsm dan protes massa, inti indorayon kini terjerat perintah audit lingkungan…

B
Bah di Silaut dan Tanahjawa
1994-05-14

Dua sungai meluap karena timbunan ranting dan gelondongan kayu. pejabat menuding penduduk dan penduduk menyalahkan…

D
Daftar Dosa Tahun 1993
1994-04-16

Skephi membuat daftar hutan dan lingkungan hidup yang mengalami pencemaran berat di indonesia. mulai dari…