Dari Genta Mendut Hingga Subway New York
Edisi: Edisi / Tanggal : 2021-11-27 / Halaman : / Rubrik : SN / Penulis :
DENTANG genta raksasa Wihara Mendut bergaung seolah-olah ke mana-mana. Duduk bersila di samping genta, komponis musik Epi Martison mengembus-embuskan udara dari mulutnya ke tepi singing bowl Tibet. Alat musik bantu meditasi berbentuk cawan kecil logam itu biasanya dimainkan menggunakan pemukul kayu kecil yang diputarkan atau dipukulkan ke gigir cawan hingga menimbulkan gelombang lembut. Namun kali ini alat musik itu oleh Epi ditiup-tiup sambil komat-kamit merapal mantra.
Epi, yang dikenal sebagai komponis yang suka mengeksplorasi berbagai instrumen tradisi agar menimbulkan bunyi tak lazim, berjalan ke pelataran kosong Candi Mendut, Magelang, Jawa Tengah, membawa dupa. Dia melangkah ke tangga, menaiki lantai candi dan seolah-olah melakukan pradaksina—memutari candi. Sebuah visual yang terasa arkais. Setelah itu, mulailah penonton secara virtual diperdengarkan suatu campuran gaung genta dengan berbagai ramuan bunyi.
Pertunjukan berjudul Genta-genta Mendut selama 33 menit yang merupakan bagian dari acara festival daring Borobudur Writers & Cultural Festival 2021 (18-21 November) itu menunjukkan bagaimana sebuah komposisi musik yang kaya bisa dipadukan dengan visual tepat yang ditata fotografer asal Bali, Dibal Ranuh. Berlatar belakang visual Candi Mendut—dan Wihara Mendut—Epi mengolah bebunyian genta berukuran besar dan kecil yang berada di wihara tersebut. Dia merekam suara dentang genta-genta itu, lalu menggabungkannya di studio dengan suara sampelong dan saluang sirompak, alat musik khas Minangkabau, serta instrumen Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Juga teriakan-teriakan.
Kemampuan Epi menyajikan permainan interval, tempo, dan interlocking bunyi-bunyian itu didukung komposisi gambar yang diambil Dibal. Komposisi yang disajikan di YouTube itu seolah-olah mampu melahirkan imaji bahwa bunyi genta raksasa tersebut mula-mula terdengar pelan, lamat-lamat, berdengung kecil di antara berbagai adonan bunyi, tapi kemudian muncul menggema hingga menghilang lagi. Untuk menyajikan komposisinya, Epi memainkan berbagai genta kecil dan peralatan ibadah umat Buddha yang dimilikinya.…
Keywords: Seni Kontemporer, Pentas Seni, Seniman Tari, Seniman Teater, Seni, Borobudur Writers & Cultural Festival, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.