Heru Joni Putra: Tiga Badrul Mustafa

Edisi: 47/46 / Tanggal : 2018-01-21 / Halaman : 66 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : TIM LIPSUS, ,

HERU Joni Putra punya prinsip dalam menulis puisi. Penyair 27 tahun asal Payakumbuh, Sumatera Barat, itu tak ingin menyampaikan perasaan personal dalam karya-karyanya. Heru tak mau puisi-puisinya bercerita tentang dia yang berkeluh-kesah atau bersedih-sedih atas segala yang terjadi dalam hidupnya. "Saya lebih ingin menyampaikan pikiran-pikiran saya melalui medium sastra," kata Heru, Senin pekan lalu.

Dengan prinsip itulah Heru menciptakan puisi-puisi yang kemudian terangkum dalam buku kumpulan puisi Badrul Mustafa, Badrul Mustafa, Badrul Mustafa. Buku berisi 40 puisi itu terbit pada pertengahan Juli tahun lalu. Di situ, Heru menyuguhkan puisi-puisi naratif yang merupakan hasil eksplorasinya terhadap berbagai bentuk karya sastra, seperti pantun, syair, balada, dan sastra Minangkabau. Ia memilih Badrul Mustafa sebagai sentral dalam buku itu. "Ini kisah Badrul Mustafa di berbagai tempat, situasi, dan zaman," ujar Heru. "Badrul Mustafa bisa menjadi metafora dari semangat zaman tertentu."

Tim juri menilai puisi-puisi Heru dalam buku itu berhasil menampilkan kekuatan khazanah lokal-nasional dengan perspektif atau pengucapan yang menyegarkan. Cara Heru membolak-balik susunan pepatah-petitih Minangkabau juga dianggap memberikan humor yang segar. Selain itu, melalui tokoh Badrul Mustafa, Heru tak hanya mengkritik tradisi Minangkabau, tapi juga bermain-main dalam tegangan antara menaati dan memberontak terhadap konvensi.

Buku kumpulan puisi Badrul Mustafa, Badrul Mustafa, Badrul Mustafa sebenarnya bermula dari keresahan Heru atas karya-karya puisi Indonesia yang cenderung berjenis lirik. Hal itu, menurut dia, terjadi sejak masa penyair top, seperti Amir…

Keywords: -

---

Foto Terkait