Sepenggal Sejarah Di Museum Citeureup
Edisi: 03/47 / Tanggal : 2018-03-18 / Halaman : 58 / Rubrik : IMZ / Penulis : Bambang Bujono, ,
BANYAK kolektor karya seni rupa Indonesia, tapi sedikit yang âââ¬ÃÂfokusâââ¬ÃÂ. Di
antara yang sedikit itu adalah E.Z. Halim, 62 tahun, yang sejak beberapa bulan
lalu membukakan koleksinya untuk masyarakat di sebuah bangunan yang dimaksudkan sebagai museum seni rupaâââ‰â¬Âmuseum itu memang masih terbatas untuk handai tolan dan mesti didampingi oleh empunya koleksi.
âââ¬ÃÂFokusâââ¬Ã tersebut bisa ditengarai di ruang pertama begitu kita masuk museum yang berada di kawasan Citeureup, Bogor, Jawa Barat, itu. Dua lukisan berwarna-warni langsung menyambut mata; satu berobyek wayang kulit Jawa, satu lagi sosok Jenderal Kwan Kong (atau Guan Gong) dari zaman Sam Kok abad ke-
3 Masehi Cina yang menunggang kuda lengkap dengan busana perang dan senjataâââ‰â¬Âdua karya Hardi, salah seorang pelukis yang ikut dalam Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia (1975).
Melangkah lebih masuk, masih di ruangan yang sama, terlihat sebuah karya tiga dimensi sepanjang 3,5 meter dengan tinggi 0,5 meter berbahan kayu. Karya ini menggambarkan sebarisan monyet menuju satu arah. Pada bagian dasar karya
pahatan, garis terkesan arus sungai. Di belakang barisan, tiga katak menyertai.
Barisan monyet ini segera mengingatkan saya pada pewayangan: pasukan monyet Rama dari kisah Ramayana yang menyeberangi selat untuk menggempur Rahwana. Tapi, sebentar, tak ada tanda-tanda peperangan pada karya ini; monyet-monyet itu tidak mengesankan siap bertempur. Gerak dan posisi tubuh
lebih mengekspresikan barisan yang melarikan diri dari sesuatu. âââ¬ÃÂIni karya Amrus Natalsya yang menggambarkan kebakaran hutan,âââ¬Ã kata Halim.
Benar. Tapi Amrus Natalsya tak memahat perihal asap kebakaran hutan yang sampai ke negara tetanggaâââ‰â¬Âperistiwa yang selalu menjadi berita tiap tahun. Mantan Ketua Sanggar Bumi Tarung (dibentuk pada 1961 di Yogyakarta, sanggar
yang dengan lantang menyatakan berada di dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat [Lekra], organisasi yang dikatakan berada di bawah Partai Komunis Indonesia) itu lebih tertarik menggambarkan penghuni hutan yang menjadi korban kebakaran.
Pada awal 1980-an, kebakaran di Kalimantan Timur menghanguskan hampir 4 juta hektare hutan. Seorang ketua suku Dayak Kenyah di Kalimantan Timur menceritakan tragedi ini dengan detail kepada Sardono W. Kusumo, seniman budayawan yang pernah melakukan penelitian di hutan Kalimantan.
Sebuah kisah memilukan: burung burung yang jatuh karena udara terlalu
panas, kijang yang lari dan mendadak terkapar karena bumi berubah menjadi bara, dan monyet-monyet yang terpaksa menyerah kepada api…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegarawan, sumbangan terbesar…
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…