Warisan Hakim Bao Dari Situbondo

Edisi: 15/47 / Tanggal : 2018-06-10 / Halaman : 68 / Rubrik : HK / Penulis : Linda Trianita, Anton Aprianto, Syailendra Persada


TEMBANG berbahasa Madura, Olle Ollang, yang dinyanyikan seorang biduan wanita itu mengalun dari komputer Artidjo Alkostar di ruang kerjanya di lantai 5 gedung Mahkamah Agung pada Senin siang pekan lalu. Sembari sesekali menghirup inhaler untuk meredakan batuk keringnya, hakim agung yang baru pensiun pada 22 Mei lalu ini menyimak khusyuk tembang yang diputar melalui YouTube itu. Artidjo masih masuk kantor untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya di Mahkamah yang belum kelar.

Di ruangan bekas Ketua Kamar Pidana itu tidak tampak lagi gunungan map merah berisi berkas perkara. Di sana yang tampak hanya tumpukan tas hitam dari kain di sudut ruangan yang terlihat berantakan. "Saya sudah tidak meneken surat-surat lagi," kata pria 70 tahun ini.

Dokumen, buku, dan tas suvenir peluncuran biografinya berserakan di meja dan lantai ruangan. Saking asyiknya menikmati tembang, Artidjo mengabaikan dering panggilan telepon dari Nokia hitam kusam yang tergeletak di atas meja. Badannya bersandar di kursi hingga sabuk hitamnya yang bertulisan Hermes terlihat. "Ini beli di pinggir jalan. Pedagangnya yang memilih sabuk ini untuk saya," ucap Artidjo, menjelaskan bahwa sabuknya itu bukan Hermes betulan.

Selama 18 tahun menjadi hakim agung, Artidjo sudah menangani 19.708 perkara. Ia mengatakan perkara terakhir yang ditangani sebelum pensiun adalah kasus korupsi. Namun pria kelahiran Situbondo, Jawa Timur, ini mengaku lupa perkara terakhirnya itu. "Setahun saya bisa menyelesaikan 1.100-an perkara," ujarnya.

Nama Artidjo Alkostar laksana "horor" bagi koruptor yang perkaranya maju ke Mahkamah Agung, baik di tingkat kasasi maupun peninjauan kembali. Sejumlah terdakwa yang namanya menjadi sorotan publik merasakan betapa kerasnya ketukan palu majelis hakim pimpinan Artidjo saat memutus perkara mereka. Salah satunya bekas Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, yang terjerat perkara korupsi proyek Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat, dan proyek dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara lainnya.

Tak hanya melipatgandakan hukuman dari 7 tahun menjadi 14 tahun, Artidjo dan dua hakim agung lain juga menghukum Anas membayar uang pengganti Rp 57,5 miliar dan US$ 5,2 juta. Selain itu, majelis ini mencabut hak politik Anas. Dua hari setelah Artidjo pensiun, Anas menjalani sidang pengajuan permohonan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

V
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14

Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…

H
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14

Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…

P
Peringatan dari Magelang
1994-05-14

Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…