Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Willem Rampangilei: Status Bencana Nasional Sudah Tak Relevan
Edisi: 27/47 / Tanggal : 2018-09-02 / Halaman : 42 / Rubrik : NAS / Penulis : Linda Trianita, ,
LOMBOK menjadi rumah kedua bagi Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) Willem Rampangilei dalam sebulan terakhir. Dia mendarat di sana kurang dari 12 jam setelah gempa 6,4 skala Richter mengguncang Lombok Timur, Ahad pagi, 29 Juli lalu. Dia menemui Gubernur Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi dan jajarannya untuk koordinasi pemberian bantuan.
Willem, 62 tahun, kembali ke Jakarta pada 1 Agustus. Namun dia hanya empat
malam menikmati kasurnya. Lindu 7 skala Richter yang meluluhlantakkan Lombok
Utara, Ahad malam, 5 Agustus laluâââ‰â¬Âdisusul gempa 7 skala Richter di Lombok
Timur pada Ahad malam, 19 Agustusâââ‰â¬Âmembuatnya kembali ke Lombok dan belum juga pulang.
Pemerintah, termasuk BNPB, mendirikan Pos Pendampingan Nasional (Pospenas)
untuk membantu Satuan Tugas Penanganan Penanggulangan Darurat Bencana
Gempa Lombok. Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan para
menteri silih berganti meninjau lokasi kejadian. Willem menyebutnya sebagai pengerahan seluruh sumber daya nasional. Hal itu yang menjadi salah satu pertimbangannya menolak penetapan status gempa Lombok sebagai bencana nasional.
Purnawirawan perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut itu mengatakan status bencana nasional tak menjamin penanganan bencana di Lombok lebih baik. âââ¬ÃÂKarena penanganan saat ini sudah yang terbaik,âââ¬Ã ujarnya kepada wartawan Tempo Linda Trianita dalam wawancara khusus di Lombok Barat, Kamis malam pekan lalu. Buktinya, dia melanjutkan, masa tanggap darurat berakhir pada 25 Agustus 2018 dan tidak akan diperpanjang, sehingga dia menganggap penetapan status bencana nasional tak relevan lagi.
Apa yang Anda lakukan saat pertama kali tiba di Lombok?
Kami datang, melihat situasi, melakukan evaluasi. Kami langsung melakukan rapat dengan Pak Gubernur dan jajarannya di tenda darurat. Wah, waktu itu panik semua. Kami membahas langkah-langkah yang perlu dilakukan. Pertama, kami mengaktifkan posko dan membentuk satuan tugas, termasuk struktur organisasinya. Saya melihat tanggal 29-31 Juli itu adalah masa panik. Memang harus ada pendampingan dari pemerintah pusat.
Anda merasakan gempa-gempa susulan?
Ya, dalam jam-jam berikutnya. Begitu terasa goyang, saya sampai hafal, âââ¬ÃÂOh, ini 5 skala Richter, ini 6 skala Richter,âââ¬Ã he-heheâââ¬Ã¦.
Apa kesulitan terbesar dalam penanganan bencana ini?
Seperti dalam penanggulangan bencana lain, masyarakat terdampak banyak yang belum bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Sebetulnya, sebelum terjadi gempa ketiga (19 Agustus 2018), suasana di sini sudah bagus. Masyarakat sudah bergiat. Pasar sudah mulai ramai. Tapi, begitu ada gempa lagi, dampak psikologisnya lebih dalam. Masyarakat menjadi…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?