Main-main Izin Sawit.
Edisi: 40/47 / Tanggal : 2018-12-02 / Halaman : 46 / Rubrik : INVT / Penulis : TIM INVESTIGASI,
SATU per satu pintu rumah kos di gang sempit permukiman padat di Jalan Menara Air, Manggarai, Jakarta Selatan, itu terbuka. Para penghuninya melongokkan kepala ketika mendengar Maryatiningsih berbicara. Nada bicara perempuan 58 tahun ini mengeras ketika berbicara dengan Tempo.
Ia terkejut ketika mendapat pertanyaan, “Benarkah Anda komisaris sekaligus
pemilik 10 persen saham PT Manunggal Sukses Mandiri?” Pada Agustus lalu, Gubernur Papua Lukas Enembe mencabut izin usaha perkebunan kelapa sawit perusahaan ini di hutan Boven Digoel seluas 38.552 hektare di Distrik Tanah Merah. Maryatiningsih kian terkejut ketika dijelaskan profil perusahaan yang berdiri pada 15 Februari 2007 itu. Nilai 10 persen saham milik Maryatiningsih sebesar Rp 25 juta.
Menurut dia, pada tahun pendirian PT Manunggal, ia bekerja di gedung Bank
Dagang Negara Indonesia di Jalan Hayam Wuruk, Jakarta Pusat. “Saya hanya petugas cleaning service,” katanya, kali ini dengan nada lirih, pertengahan Oktober lalu. “Tak mungkin saya bikin perusahaan.”
Alamat tempat tinggal Maryatiningsih di Manggarai itu persis seperti yang tertera dalam akta PT Manunggal. Perusahaan yang tercatat bergerak di bidang
perdagangan itu mendapat izin lokasi dan izin prinsip perkebunan kelapa sawit di Boven Digoel sembilan bulan setelah berdiri. Mata Maryatiningsih melotot saat mendengarkan penjelasan itu.
Pemberi dua izin tersebut adalah Bupati Boven Digoel saat itu, Yusak Yaluwo. Pada waktu yang sama, ia juga memberikan izin lokasi kepada enam perusahaan lain, yaitu PT Energi Samudera Kencana, PT Graha Kencana Mulia, PT Kartika Cipta Pratama, PT Megakarya Jaya Raya, PT Trimegah Karya Utama, dan PT Usaha Nabati Terpadu. Setiap perusahaan mendapat izin lokasi hampir 40 ribu hektare, sehingga totalnya mencapai sekitar 280 ribu hektare—setara dengan empat kali luas DKI Jakarta atau sepersepuluh luas Kabupaten Boven Digoel.
Sama seperti PT Manunggal, enam perusahaan lain itu memakai nomine. Rubiyah, komisaris dan pemilik saham PT Trimegah Karya Utama, tinggal di permukiman kumuh di Tambora, Jakarta Barat. “Anak saya hanya petugas kebersihan di Jalan Hayam Wuruk,” ujar ayah Rubiyah, yang tengah berjualan buah potong di depan gang rumah mereka.
Penelusuran terhadap nama-nama lain yang tercantum sebagai komisaris dan
direktur sama saja. Beberapa nama yang alamatnya sesuai dengan akta bisa ditemui. Mereka umumnya orang-orang kecil dari beragam pekerjaan. Ada sopir pribadi, ibu rumah tangga, juga penagih utang rentenir. Umumnya mereka terkejut ketika diberi tahu punya perusahaan yang memiliki konsesi lahan di Papua.
Yusak mengaku tak tahu tujuh perusahaan itu berstatus bodong. Ia hanya tahu perusahaan-perusahaan tersebut dikuasai Genting Group. “Saya memberikan izin karena berhubungannya dengan Genting Group,” tuturnya, Oktober lalu. Genting Group adalah perusahaan besar di Malaysia yang memiliki unit bisnis pariwisata, kasino, dan perkebunan.
Seorang anggota staf komunikasi Genting Group yang tak mau disebutkan
namanya membantah kabar bahwa perusahaannya berbisnis kelapa sawit di Boven Digoel. “Kami hanya pernah mempertimbangkan untuk berinvestasi kelapa sawit di sana,” ucapnya, Jumat pekan lalu.
Yusak menjelaskan, ia bersedia memberikan izin pembukaan hutan produksi
untuk konversi karena orang Genting menjanjikan pembangunan infrastruktur di kabupaten yang berjarak satu jam penerbangan dari Jayapura itu, yang menjadi tempat pembuangan tahanan politik…
Keywords: Papua, Boven Digoel, Sawit, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.