‘yerusalem Afrika’, Sebuah Ziarah
Edisi: 46/47 / Tanggal : 2019-01-13 / Halaman : 52 / Rubrik : IMZ / Penulis : Tito Sianipar, ,
ETHIOPIA dikenal dengan tragedi kelaparan yang mengundang perhatian dunia pada medio 1980-an. Negeri di Tanduk Afrika itu sejatinya menyimpan sejarah agung kekristenan. Di sanalah kekristenan awalâââ‰â¬Âatau Kristen Ortodoksâââ‰â¬Âbersemi sejak era Kerajaan Aksum pada abad ke-4.
Kontributor Tempo, Tito Sianipar, menelusuri sebagian Ethiopia. Ia bertandang ke Lalibela. Kota yang dikenal sebagai ââ∠âYerusalem Afrikaâââ¬Ã itu memiliki sebelas gereja dari batu utuh sisa kebesaran Kekristenan Ortodoks pada masa lampau. Ia melihat umat Kristen Ortodoks di Ethiopia memiliki tradisi dan tata cara yang berbeda dengan penganut Kristen lain, termasuk merayakan Natal pada 7 Januari, bukan 25 Desember.
PANAS terik matahari tak kuaÃâÃÂsa menguapkan niat segera bertandang ke tanah suci LaliÃâÃÂbela, Ethiopia, yang juga dikeÃâÃÂnal sebagai ââ∠âYerusalem AfriÃâÃÂkaâââ¬ÃÂ. Tawaran pemandu wisaÃâÃÂta menuju hotel langsung saya tampik ketika baru mendarat di Lalibela pada Jumat pekan pertama Desember 2018.
Dari Bandar Udara Lalibela, saya dianÃâÃÂtar Fikru, pemandu 45 tahun, dengan moÃâÃÂbil menuju kompleks situs gereja di LalibeÃâÃÂla. Sebelas gereja yang ada di sana adalah bangunan yang dipahat atau diukir dari batu utuh. Bukannya berada di atas tanah seperti bangunan lain, gereja-gereja itu berdiri dari dalam tanah. Gereja di LalibeÃâÃÂla tidak mencakar langit, tapi menggaruk tanah. Ini adalah satu-satunya di dunia.
Saya tiba di kota itu setelah menemÃâÃÂpuh penerbangan selama 25 menit dari Gondar, sebelah barat Lalibela. KeduaÃâÃÂnya berjarak 355 kilometer, yang sejatinya bisa ditempuh dengan perjalanan darat. ââ∠âBisa memakan waktu delapan jam,âââ¬Ã kata ÃâÃÂFikru. Adapun Lalibela berada 645 kiloÃâÃÂmeter sebelah utara Ibu Kota Addis AbaÃâÃÂba.
Perjalanan dari bandara ke kompleks situs Lalibela memakan waktu setengah jam dengan jalanan berdebu dan kontur berbukit. Namun durasi itu tidak berarti karena, di sepanjang perjalanan, suguhÃâÃÂan bentangan alam memanjakan mata. ÃâÃÂRefleks tangan langsung memencat-menÃâÃÂcet tombol kamera.
Dan pilihan untuk langsung menengok peninggalan sejarah Kristen Ortodoks itu berbuah manis. Kebetulan siang itu seÃâÃÂdang ada peringatan Medhane Alem, atau Sang Penyelamat Dunia. Di Gereja MeÃâÃÂdhane Alem, satu di antara sebelas gereÃâÃÂja di sana, sedang berlangsung ibadah dan perayaan memperingatinya. Umat gereÃâÃÂja bernyanyi dan bersenandung dengan khidmat meski sejumlah turis, termasuk jurnalis dengan kamera videonya, meÃâÃÂnonton serta merekam pujian dan doa-doa yang mereka panjatkan di…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Iqbal, Sang ’Allama
2008-04-20Tanggal 21 april 2008 menandai genap tujuh dekade wafatnya muhammad iqbal. selaku politikusnegarawan, sumbangan terbesar…
Iqbal, Sang Politikus
2008-04-20Sebuah pidato terlontar di depan anggota partai politik liga muslim pada 29 desember 1930 di…
Kerajaan Cinta dalam Senyap Mawar
2008-04-20Tidak mudah menguraikan kekuatan puisi seorang penyair besar, kecuali melalui perbandingan sajak dengan penyair lain…