Kesaksian Pak Djon
Edisi: 51/47 / Tanggal : 2019-02-17 / Halaman : 48 / Rubrik : LAY / Penulis : Bambang Bujono., ,
SOPIR itu mengira hubungannya dengan seorang pelukis besar selesai sudah begitu sang pelukis berpulang, Mei 1990. Suhardjono, kini 85 tahun, sopir itu, bersiap membuka usaha dengan modal tabungan hasil menjadi sopir Affandi selama hampir 30 tahun. Ternyata tidak. Djonbegitu ia biasa dipanggilmemang putus hubungan dengan sang pelukis, tapi tidak dengan lukisan-lukisannya.
Di zaman seperti sekarang, ketika harga lukisan Affandi meroket karena jumlahnya terbatas dan tingginya permintaan, muncullah lukisan-lukisan "Affandi" yang entah dibuat oleh siapa. Syahdan, pintu rumah Djon sering diketuk ketika pembeli lukisan Affandi ingin memastikan apakah yang dibelinya karya autentik Affandi atau buatan orang lain alias lukisan Affandi palsu.
Masuk akal orang datang kepada Djon untuk masalah autentik-tidaknya sebuah lukisan Affandi. Ia, sejak 1961 hingga Affandi tiada, bukan sopir biasa. Bisa dibilang selama tahun itu tak ada lukisan Affandi yang lahir tanpa Djon menyaksikannya. Tidak hanya menyaksikan, dialah yang menyiapkan kanvas serta cat dan minyak cat. Dia juga yang sigap mengambilkan tube cat warna tertentu sesuai dengan keinginan sang pelukis. Lama-kelamaan, lulusan Sekolah Menengah Pertama Taman Siswa, Yogyakarta, 1953, ini merasa tahu ciri lukisan Affandi dengan cerita latar belakang karya tersebut.
Dalam perjalanan melukis Affandi di seantero Indonesia dan negara lain, Djon tak terpisahkan. Ia ikut senang bila Affandi senang. Ia pun kelaparan bila Affandi kehabisan uang. Djon juga yang menghubungi model untuk lukisan, dan tak jarang Djon ikut mencicipi bila sang pelukis berkehendak dengan modelnya. Djon menulis beberapa tahun lalu: "Saya bagaikan nyawa keduaâââ¬Ã¦ Affandi. Bahkan ada yang menyebut saya Djon Affandi." (lihat Hendro Wiyanto dan Hari Budiono, dia datang, dia lapar, dia pergi, penerbit Agung Tobing, 2014).
Buku Witnessing Affandi diterbitkan dengan niat mencatat pengalaman "nyawa kedua" itu bersama "nyawa pertama". Di belakang gagasan ini, dan yang kemudian menghimpun dana penerbitannya, adalah kolektor yang namanya tak tercantum dalam buku: Erik Tan. Dia pengusaha yang membawa Pocari Sweat ke Indonesia. Kata Erik kepada…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Saat Perempuan Tak Berdaya
2007-12-16Tidak ada senyum, apalagi keceriaan. tidak ada pula musik yang terdengar di film ini. dari…
Perjamuan Da Vinci
2006-05-28Bermula dari novel, lalu bermetamorfosis ke dalam film. di kedua bentuk itu, the da vinci…
YANG KONTROVERSIAL
2006-05-28Dan brown mengemukakan teori bahwa yesus mempercayai maria magdalena sebagai pemangku ajaran kristiani yang utama,…