Hebden Bridge, Lgbt, Dan Sylvia Plath

Edisi: 05/48 / Tanggal : 2019-03-31 / Halaman : 38 / Rubrik : SEL / Penulis : Moyang Kasih Dewimerdeka, Robby Irvany Maqoma,


BILA berkereta antara Leeds dan Manchester di perut Pulau Britania Besar, Inggris Raya, kita akan melewati Lembah Calder yang di tengahnya mengalir sungai bernama sama. Kota-kota kecil tumbuh di tengah lembah itu. Sebagian namanya terlalu rumit untuk dilafalkan lidah Indonesia, seperti Mytholmroyd dan Luddendenfoot. Kota-kota lembah itu tipikal kota pasar dengan pemandangan menawan ke arah pegunungan Pennine. Ada satu kota yang mencolok dibanding yang lain hingga disemati gelar “kota terbaik di Eropa” oleh Academy of Urbanism: Hebden Bridge.

Siang pada awal Februari lalu, Tempo tiba di Stasiun Hebden Bridge. Suasana stasiun dengan peron sederhana beratap kayu itu cukup sepi. Tak banyak orang di dalam stasiun yang berjarak tempuh 50 menit berkereta dari Leeds atau 45 menit dari Manchester tersebut. Saat itu, hanya ada enam penumpang yang turun bareng Tempo di stasiun tersebut. Keluar dari sta­siun, sebuah papan putih menyambut ber­tulisan “Selamat Datang di Hebden Bridge, 500 Tahun Kreativitas”. Belok kiri, terben­tanglah kota dengan bangunan bertingkat simetris gaya Georgia yang berjejer rapi di lanskap lembah yang naik-turun. Sejumlah cerobong asap bulat dengan ujung menghi­tam menyembul tinggi di antara rumah-ru­mah berlantai empat atau lima.

Untuk berkeliling Hebden Bridge hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit berjalan kaki, meski di beberapa titik napas akan tersengal karena jalanan yang mendaki. Terdapat dua kanal membelah kota dengan perahu-perahu mesin bersandar ke tepinya. Musim dingin pada Februari itu, jalanan Hebden Bridge ramai oleh kakek-nenek yang berjalan pelan bergandengan, ibu-ibu muda yang membawa bayi di kereta dorong, dan anak-anak yang bermain dengan kawanan merpati di tepi sungai. Hampir semua akan mengembangkan senyum ramah saat berserobok mata.

Menyusuri pusat kota yang berada di bi­bir kanal akan terasa bahwa kota kecil itu memang unik: dari alun-alun St. George hingga Market Street, berderet galeri seni, toko buku, kedai kopi independen, toko pakaian ramah lingkungan, dan kafe-kafe kecil yang menyajikan menu vegan. Ba­nyak di antara toko itu berhias bendera ke­cil warna-warni di pintu atau jendela kaca. Panji-panji serupa terlihat di pagar yang membatasi kanal dan jembatan yang me­lintang di atasnya. Sebuah tanda terbuka untuk gerakan kaum lesbian, gay, biseksu­al, dan transgender (LGBT). “Hebden Bri­d­­ge adalah kota penuh kreativitas yang me­nawarkan gaya hidup…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…