Jejak Transaksi Di Taman Safari

Edisi: 07/48 / Tanggal : 2019-04-14 / Halaman : 60 / Rubrik : LAPUT / Penulis : Mustafa Silalahi, Edi Faisol,


ENAM ekor burung itu terkurung di tiap kan­dang baja seluas satu me­ter persegi. Ada elang bondol, kakatua jam­bul kuning, junai emas, beo Papua, dan dua ekor nuri. Ada juga dua musang, yang berada di kandang terpisah. Suara mereka ber­sahut-sahutan dengan belasan satwa lain, seperti owa dan burung paruh bengkok, di tempat penampungan Taman Safari In­donesia di Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Selasa siang itu, pada 15 Januari lalu, Ba­dan Reserse Kriminal Kepolisian RI beser­ta beberapa pakar satwa mendatangi tem­pat penampungan di sisi timur Taman Sa­fari tersebut. Mereka hendak memindah­kan satwa-satwa dilindungi itu ke salah satu pusat penyelamatan satwa di Bogor. Bareskrim menyita hewan-hewan itu seba­gai barang bukti tindak pidana perdagang­an satwa dilindungi.
“Delapan satwa itu di­duga ilegal,” kata Ketua Jakarta Animal Aid Network Benvika menceritakan proses pe­nyitaan itu pada akhir Maret lalu. Seusai penyitaan, kandang-kandang tempat pe­nampungan itu dibiarkan kosong.

Benvika—atau biasa disapa Iben—adalah salah satu pakar satwa yang membantu polisi mengidentifikasi hewan-hewan ter­sebut ketika penyitaan berlangsung. Dari hasil identifikasi, mereka menyimpulkan delapan satwa terdaftar sebagai hewan yang dilindungi sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutan­an Nomor P.106 Tahun 2018.

Delapan satwa dilindungi itu milik Ab­dul Hopir, warga Kota Bandung. Ia peda­gang satwa dilindungi di media sosial da­lam beberapa tahun belakangan. Hopir menyerahkan sendiri delapan satwa itu ke Taman Safari Indonesia. Menurut surat tanda terima satwa yang diperoleh Tem­po, Hopir menyerahkan delapan satwa itu pada 13 Januari 2019.

Isi surat itu menyebutkan pemilik satwa bisa kapan saja mengambil kembali satwa yang dititipkan. Menurut Iben, keterang­an dalam surat itu janggal karena Taman Safari mengizinkan pemilik memelihara kembali satwa-satwa tersebut tanpa mela­kukan prosedur administrasi.

Hopir diduga berniat “memutihkan” delapan satwa ilegal itu ke Taman Safari. Ia seolah-olah berperan sebagai masyara­kat yang ingin menyumbangkan satwa ko­leksi pribadi ke Taman Safari. Model pe­nyerahan ini tercantum dalam Peratur­an Menteri Kehutanan Nomor P.63 Tahun 2013 tentang Tata Cara Memperoleh Spe­simen Tumbuhan dan Satwa Liar untuk Lembaga Konservasi. Namun peraturan soal penyerahan itu justru menjadi celah untuk dimanfaatkan jaringan perdagang­an ilegal satwa dilindungi.

Dengan cara seperti ini, satwa-satwa itu nantinya berstatus legal. Satwa-satwa ter­sebut akan tercatat sebagai hewan yang berada di bawah naungan Taman Safari se­bagai lembaga konservasi ex situ, yaitu kon­servasi satwa liar di luar habitat aslinya. Je­jak kelam perburuan ilegal akan terhapus. “Ini sudah jadi modus umum,” ujar…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…