Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna: Ada Yang Mau Mendelegitimasi Kami

Edisi: 20/48 / Tanggal : 2019-07-14 / Halaman : 93 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana, ,


SIDANG perselisihan hasil pemilihan presiden, 14-27 Juni lalu, menyedot perhatian masyarakat Indonesia. Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, lewat tim kuasa hukum sebagai pemohon, menggugat Komisi Pemilihan Umum, yang memenangkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam pemilihan presiden 2019. Mereka menyatakan sang inkumben melakukan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif. Prabowo-Sandiaga juga yakin memenangi pemilihan dengan perolehan suara 52 persen.

KPU sebagai termohon dan tim hukum Jokowi-Ma’ruf sebagai pihak terkait membantah dan menyebut dalil itu hanya asumsi. Detik per detik persidangan disaksikan publik secara langsung lewat televisi dan streaming. Hasilnya, Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan Prabowo-Sandiaga. Lewat putusan setebal 1.944 halaman, sembilan hakim konstitusi bulat menyatakan kubu Prabowo-Sandiaga gagal membuktikan dalil permohonannya. “Tidak ada alasan dissenting opinion (perbedaan pendapat di antara hakim),” kata hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna dalam wawancara khusus dengan Tempo.

Rangkaian persidangan tersebut menguras energi hakim. Enam kali sidang berlangsung seharian. Di luar sidang, para hakim terus memblejeti materi permohonan dan membahasnya dalam rapat dengan bantuan sepuluh panitera. “Satu hal yang saya syukuri, tidak ada dari kami yang sakit,” ujar Palguna, 51 tahun.

Seusai sidang terakhir, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dan rekan-rekannya punya waktu sepekan untuk mengambil napas sebelum berkutat dengan sidang seng­keta hasil pemilihan legislatif mulai Selasa, 9 Juli ini. Sebagian hakim pulang kampung, termasuk Palguna. Di sela waktu rehatnya, juru bicara hakim konstitusi itu menerima wartawan Tempo, Reza Maulana, di kediamannya di Gianyar, Bali. Sepanjang satu setengah jam Palguna bercerita tentang hal-hal yang tidak terlihat dalam tayangan sidang di televisi, perbandingan Mahkamah Konstitusi masa awal dan sekarang, sampai hubungannya dengan Presiden Joko Widodo.

Mengapa hakim konstitusi sampai bersuara bulat dalam putusan Mahkamah Konstitusi soal perselisihan hasil pemilihan presiden?

Tidak ada alasan untuk dissenting opinion. Kami melihat fakta. Fakta itu sifatnya pasti, bukan berdasarkan penafsiran seperti dalam pengujian undang-undang. Dari dalil permohonan, kami melihat buktinya. Tidak cocok. Bagaimana mau dissenting opinion?

Bagaimana proses pengambilan putusan dalam sidang tersebut?

Sebelum sidang, setiap hakim melihat perkara. Kami mengkonstruksikan permohonan dengan melihat dalil, argumentasi, dan alat buktinya. Karena konstruksi itu, kami bisa mengajukan pertanyaan secara sistematis saat sidang. Seusai sidang kelima, Jumat, 21 Juni, petang harinya, kami menggelar rapat permusyawaratan hakim, berlanjut Sabtu dan Minggu. Ini untuk menyusun putusan. Dalam rapat itu hakim bergantian menyampaikan pendapat hukum masing-masing, brainstorming, berdiskusi. Kalau ada yang dissenting, biasanya dari awal curah pendapat sudah kelihatan.

Ada yang berbeda pendapat?

Dalam ingatan saya, sejak awal tidak ada yang menyetujui permohonan. Sepanjang menyangkut substansi permohonan, tidak ada perbedaan pendapat. Kami membahas dalil satu per satu. Kami melihat risalah sidang, bukti-bukti yang disodorkan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…