Amarzan, Entah Di Mana Sokotra

Edisi: 30/48 / Tanggal : 2019-09-22 / Halaman : 46 / Rubrik : SEL / Penulis : Goenawan Mohamad, ,


SEBUAH sajak, seorang penyair, tak pernah berada dalam vakum. Pada suatu saat, pada suatu tempat, percakapan terjadi; pada saat lain, pada tempat lain, percakapan lain terjadi—tampaknya dengan alun yang sama, tapi ada yang tak sama.

Tak lama setelah Amarzan Loebis meninggal, 2 September 2019, saya menerima sehimpun sajak yang ditulisnya. Sejak akhir 1950-an sampai dasawarsa-dasawarsa awal abad ke-21, sajak-sajaknya selalu membawa bunyi yang bening, tak pernah “storing”, tak pernah disonan, tak ada kalimat yang gagap. Tapi, pada suatu saat, di dalam itu, ada yang berubah.

Pada 1958 ditulis sajak ini, tentang tempat kelahirannya di Sumatera Utara:

ASAHAN

I

biru warna lautan
kelam mencat kehidupan

tanah rendah rawa-rawa
gubuk-gubuk malaria

II

di sini hati kami
di sini jantung kami

kasih takkan tertunda
selama darah semerah kesumba

III

malam sepekat jelaga
racun menyebar ke tiap rawa

keinginan sudah membatu
doa-doa terpenggal kaku

IV

dendangkan senandung nada tunggal
kedurhakaan kian menebal

tapi hidup takkan mengalah
selagi fajar semerah darah

V

asahan, rimba nipah berpaya coklat
namun di sini keyakinan memadat

asahan, tanyamu yang pahit kujawab pasti
fajar ini tak lama lagi

VI

asahan, asahan rimba kelabu
asahan juang membatu
di depan tengadah dunia yang baru.

Dengan terang-benderang sajak ini mengungkapkan keyakinan yang teguh—iman “realisme sosialis”. Ia dimulai dengan gambaran tentang kesengsaraan (“kelam”, “gubuk-gubuk malaria”, “racun menyebar ke tiap rawa”). Tapi, di bagian tengah, ada statemen perlawanan: “… hidup takkan mengalah/selagi fajar semerah darah”. Dari proses tesis dan antitesis itu, gerak “juang membatu”, mengeras, dan “keyakinan memadat” dengan kepastian: “fajar ini tak lama lagi”.

Dialektik itu berakhir dengan optimisme, tentu. Optimisme: bagian pokok “realisme sosialis”.

Sejak 1920-an di Uni Soviet, ketika doktrin itu dirumuskan dalam Kongres Pertama Sastrawan Uni Soviet pada 1934, di dasarnya ada kepastian akan kemenangan sosialisme. Sebagaimana dipercayai penganut komunisme, tahap-tahap sejarah yang dipaparkan Karl Marx adalah hasil analisis ilmiah, bukan cuma angan-angan, yang menunjukkan kapitalisme akan runtuh dan manusia akan bebas. Revolusi Sosialis 1917 di Rusia dianggap sebagai jalan ke pembebasan itu. Abad ke-20 akan menggantikan abad sebelumnya, yang, dalam kata-kata Maxim Gorky, salah satu pelopor “Realisme Sosialis”, merupakan “abad pesimisme”.

***

ADA alasan lain: “optimisme” tentu juga bagian dari agenda Partai Komunis Uni Soviet, ketika Stalin, yang memimpin, mengerahkan semua elemen masyarakat untuk ikut dalam “Rencana Pembangunan 5 Tahun Pertama” (1928-1932). Masa depan adalah segala-galanya: sebuah negara modern yang muncul dari rawa-rawa keterbelakangan, sebuah nasib yang diubah drastis, sebuah…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…