Menteri Koordinator Politik, Hukum, Dan Keamanan Mohammad Mahfud Md.: Separatisme Lebih Buruk Dari Radikalisme

Edisi: 36/48 / Tanggal : 2019-11-03 / Halaman : 44 / Rubrik : WAW / Penulis : Reza Maulana, Wayan Agus Purnomo, Devy Ernis


Bersama istrinya, Zaizatun Nihajati, Mahfud lalu menuju kantor barunya di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, untuk serah-terima jabatan dengan pendahulunya, Wiranto. Mahfud takjub melihat Wiranto hadir ke acara itu mengingat dia masih dalam perawatan setelah ditusuk di Pandeglang, Banten, Kamis, 10 Oktober lalu. “Saya terharu siang ini bisa langsung serah-terima dengan Pak Wiranto,” kata Mahfud.

Petang harinya, Menteri Pertahanan serta Menteri Hukum dan Perundang-undangan di era Presiden Abdurrahman Wahid itu menggelar acara keluarga di kediamannya di Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Saat hari telah gelap, dia kembali ke kantor untuk mengikuti serangkaian rapat, termasuk dengan Komisaris Jenderal Idham Azis yang baru dipilih Presiden Jokowi sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Mahfud, 62 tahun, menutup agendanya hari itu dengan menerima wartawan Tempo, Reza Maulana, Wayan Agus, Devy Ernis, dan Aisha Shaidra, untuk wawancara khusus yang berlangsung hingga pukul 22.30.

Kepada Tempo, Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2013 itu menguraikan tugas dari Presiden untuknya, kepemimpinan sipil atas militer, hingga perubahan jabatannya pada hari terakhir. “Sebenarnya saya diproyeksikan menjadi Jaksa Agung. Saya sudah punya konsep untuk menyeimbangkan pemberantasan korupsi kalau Komisi Pemberantasan Korupsi jadi lemah,” tuturnya.

Ketua tim kampanye Prabowo Subianto dalam pemilihan presiden 2014 itu juga membeberkan hubungannya dengan Prabowo, yang kini menjadi Menteri Pertahanan. “Sekarang kelihatannya dia lebih kalem.”

Bagaimana proses penunjukkan Anda menjadi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan?

Sebenarnya saya diproyeksikan menjadi Jaksa Agung. Pada Minggu, 20 Oktober, sekitar pukul 13.00, Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara) menghubungi saya, minta saya tidak pergi pada Senin dan Selasa karena akan dipanggil Presiden untuk memimpin M1. Itu sebutan bagi Jaksa Agung karena kantor Kejaksaan Agung di Blok M, Jakarta Selatan. Tapi, begitu selesai pidato pelantikan Presiden di Majelis Permusyawaratan Rakyat (Ahad, 20 Oktober petang), Pak Pratikno menelepon lagi, mengatakan ada pergeseran sehingga saya diminta memimpin Kemenkopolhukam.

Reaksi Anda apa saat itu?

Saya kaget. Di penegakan hukum, saya sudah punya konsep untuk menyeimbangkan pemberantasan korupsi. Kalau Komisi Pemberantasan Korupsi lemah, Kejaksaan Agung harus kuat. Arah kerja saya akan ke situ. Tapi okelah, Presiden punya pertimbangan lain. Ternyata saya disuruh naik lagi. Nah, itulah sebabnya pada akhirnya saya jadi menteri koordinator.

Apa alasan Presiden Jokowi mengganti posisi Anda?

Pak Presiden tahu rekam jejak saya. Sebagai pengalaman politik, saya pernah di Dewan Perwakilan Rakyat dan partai politik. Sebagai pengalaman di pemerintahan, saya pernah menjadi Menteri Pertahanan dan Menteri Kehakiman. Pak Jokowi mengatakan saya menjadi Menkopolhukam, tapi jangan bilang ke wartawan yang menunggu di Istana karena beliau yang akan mengumumkan. Makanya, sampai pelantikan, saya mengelak terus saat ditanya…

Keywords: Wawancara Mahfud MDMenteri Koordinator PolitikHukumdan Keamanan
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

K
Kusmayanto Kadiman: Keputusan PLTN Harus Tahun Ini
2007-09-30

Ada dua hal yang membuat menteri negara riset dan teknologi kusmayanto kadiman hari-hari ini bertambah…

B
Bebaskan Tata Niaga Mobil
1991-12-28

Wawancara tempo dengan herman z. latief tentang kelesuan pasar mobil tahun 1991, prospek penjualan tahun…

K
Kunci Pokok: Konsep Pembinaan yang Jelas
1991-12-28

Wawancara tempo dengan m.f. siregar tentang hasil evaluasi sea games manila, dana dan konsep pembinaan…