Bersimpuh Di Kaki Everest
Edisi: 44/48 / Tanggal : 2019-12-29 / Halaman : 48 / Rubrik : SEL / Penulis : Bagja Hidayat, ,
BUKAN dingin dan trek panjang menanjak yang menjadi momok para pendaki gunung-gunung Himalaya, tapi sakit kepala. Pusing akibat ketinggian dan kekurangan oksigen ini bisa menyerang siapa saja, pendaki dengan otot liat atau mereka yang ringkih karena berat badan. Acute mountain sickness (AMS) menyerang tak pandang bulu.
AMS mengeremus saya di Dingboche, di ketinggian 4.450 meter dari permukaan laut, pada hari kelima perjalanan mendaki Gunung Everest dari Nepal lewat jalur selatan, 15 November lalu. Rumah, hotel, kafe, dan bukit-bukit yang membuat syahdu desa kecil ini menjadi terlihat ambyar. Kepala memberat, punggung seperti ditarik gravitasi, bumi serasa miring. Saya berjuang keras menata pikiran yang oleng.
Serangan kali ini berbeda dengan meriang di Phakding (2.650 meter). Pada hari pertama itu, agaknya, saya kelelahan setelah berjalan tiga jam dari Lukla. Dinihari sebelumnya, saya menempuh empat jam naik jip dari Kathmandu ke bandar udara Manthali, sambung pesawat kecil 25 menit ke Lukla. Malam sebelum naik jip, saya tak bisa tidur karena penginapan di Thamel, pusat turis di ibu kota Nepal, bersisian dengan pub yang memutar disko hingga subuh. Di Phakding, meriang dan kerigidan sendi hilang setelah saya tidur satu jam.
Di Dingboche, sakit kepala saya tak hilang meski sudah rebahan serta minum pereda sakit dan segelas lemon-madu. Di kamar Khumbu Hotel, tempat saya menginap, terpacak pengumuman dan tip jika terserang AMS. Apabila minum obat tak mempan, selebaran itu menyarankan penderita turun ke tempat lebih rendah. AMS muncul karena tubuh gagal beradaptasi dengan altitud dan oksigen yang menipis.
Tapi saya sudah di sini. Everest Base Camp, yang menjadi tujuan perjalanan ke Himalaya, tinggal dua pos lagi. Jika bisa melawan sakit kepala sialan ini, saya akan tiba di kaki puncak gunung tertinggi di planet ini untuk pertama kali dalam hidup saya yang 42 tahun, dua hari ke depan. Saya tak ingin menyerah.
Ajaib. Setelah pikiran itu melintas, tubuh saya lebih tenang, pandangan yang renyai mulai fokus, sakit kepala berangsur hilang. Benar kata Sir Edmund Hillary. Dalam buku Conquering Everest (2011), pendaki Selandia Baru ini mengatakan kepada Tenzing Norgay, sherpa yang menemaninya menjadi manusia pertama mencapai pucuk 8.848 meter pada 29 Mei 1953 itu, bahwa naik gunung adalah urusan psikologi. ââ∠âBukan gunung ini yang kita taklukkan,âââ¬Ã ujarnya. ââ∠âTapi diri kita sendiri.âââ¬ÃÂ
Dingboche terlalu bagus untuk dilewatkan di ranjang penginapan. Dalam suhu 5 derajat Celsius di bawah titik…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…