Dari Den Kisot Hingga Gang Patos
Edisi: 47/48 / Tanggal : 2020-01-19 / Halaman : 32 / Rubrik : LIPSUS / Penulis : TIM LIPSUS, ,
LARANTUKA, Juli 2019. Sebuah pertunjukan teater kolaborasi seniman Asia (Indonesia, Jepang, Vietnam, dan Sri Lanka) yang bertolak dari naskah dramawan Norwegia abad ke-19, Henrik Ibsen, disajikan Teater Garasi di taman kota sebelah barat Taman Doa Mater Dolorosa. Naskah Peer Gynt karya Ibsen jarang, atau malah tak pernah, dipanggungkan di Indonesia. Sekalinya dimainkan, karya itu disajikan Teater Garasi dengan cara pandang berbeda.
Mereka mengadaptasi dan menafsirkan secara bebas naskah tersebut menjadi Peer Gynt di Larantuka (Kisah Para Pengelana dari Asia). Pertunjukan ini kemudian dipentaskan di Jepang, November 2019. Di Larantuka, kolaborasi yang disutradarai Yudi Ahmad Tajudin ini juga mengajak seniman-seniman lokal dan tetua adat Flores Timur. Kisah asli Peer Gynt, yang bercerita tentang petualangan Peer Gynt, menjadi diwarnai kisah-kisah kenyataan sosial di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, yang penuh kelindan rumit antara adat lama, budaya, negara modern, dan agama.
Di Bandung, di panggung gedung Dewi Asri ISBI (Institut Seni Budaya Indonesia), 29 November 2019, Rahman Sabur dan Teater Payung Hitam menyajikan Waiting for Godot tanpa kata. Rahman Sabur, sutradara Teater Payung Hitam, menafsirkan naskah Samuel Beckett tersebut secara radikal dengan hanya menggunakan ekspresi tubuh. Di situ tetap ada sosok Vladimir, Estragon, Pozzo, dan Luckyâââ‰â¬Âtokoh gelandangan dalam naskah asli Beckett. Alur adegannya sama. Tapi seluruh dialog, kalimat di antara mereka, dibuang. Sepenuhnya interaksi mereka dibangun lewat permainan tubuh. Sebuah pentas Godot yang sungguh lain. Godot versi physical theater.
Pada pengujung tahun lalu, tepatnya 14-15 Desember, komposer Tony Prabowo dan penyair Goenawan Mohamad menyajikan Opera Gandari versi ketiga. Sebelumnya, Opera Gandari dipentaskan pada 2014 di Teater Jakarta dengan sutradara Yudi Ahmad Tajudin dan di gedung teater Frankfurt Lab, Frankfurt, Jerman, pada Oktober 2015 dengan arahan koreografer Taiwan, Su Wen-Chi.
Penata panggung dua pementasan awal itu berbeda. Yang pertama Teguh Ostenrik. Yang kedua Jay Subiyakto. Pada versi ketiga ini, Tony dan Goenawan mempercayakan penyutradaraan kepada Melati Suryodarmo. Jay tetap terlibat sebagai penata panggung, tapi desain skenografinya tak sama dengan yang diciptakannya di Frankfurt. Komposisi Tony untuk versi ketiga ini pun baru. Pada versi ini, Christine Hakim tampil sebagai aktris yang sepanjang pertunjukan menarasikan libreto Goenawan. Adapun Bernadeta Astari membawakan vokal solo dan Peter Veale dari Musikfabrik (Jerman) menjadi pengaba orkestra.
Tiga pertunjukan tersebut mewarnai dunia seni pertunjukan Indonesia 2019. Selain itu, masih banyak pertunjukan yang patut diapresiasi sepanjang 2019. Teater I La Galigo yang disutradarai Robert Wilson dengan materi semua aktor dari Indonesia, misalnya, dipentaskan kembali di Ciputra Artpreneur, Jakarta, pada 3-7 Juli. Struktur dan materi pentas I La Galigo di Ciputra Artpreneur sama dengan pertunjukan awalnya di Esplanade, Singapura, pada Maret 2004. Hanya, durasi dipampatkan dari tiga jam menjadi 2 jam 15 menit. Beberapa pemain utama juga diganti, termasuk Puang Matoa Saidi, pendeta bissu yang wafat pada Juni 2011.
Selain itu, ada pentas Suprapto Suryodarmo di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada 23 November. Praptoâââ‰â¬Âsapaan tokoh meditasi gerak asal Solo, Jawa Tengah, yang wafat pada 29 Desember 2019 ituâââ‰â¬Âtampil dalam…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Merebut Kembali Tanah Leluhur
2007-11-04Jika pemilihan presiden dilakukan sekarang, megawati soekarnoputri akan mengalahkan susilo bambang yudhoyono di kota blitar.…
Dulu 8, Sekarang 5
2007-11-04Pada tahun pertama pemerintahan, publik memberi acungan jempol untuk kinerja presiden susilo bambang yudhoyono. menurut…
Sirkus Kepresidenan 2009
2007-11-04Pagi-pagi sekali, sebelum matahari terbit, email membawa informasi dari kakak saya. dia biasa menyampaikan bahan…