Kisruh Proyek Menteri Agus

Edisi: 06/49 / Tanggal : 2020-04-05 / Halaman : 60 / Rubrik : INVT / Penulis : TIM INVESTIGASI., ,


PADA 3 Februari lalu, warga di Desa Buli, Halmahera Timur, dihebohkan oleh sebuah berita di media daring (online) tentang laporan dugaan penipuan dan penggelapan di PT Yudistira Bumi Bhakti. Sejak 2001, warga di desa yang berada di Provinsi Maluku Utara itu akrab dengan nama penambang nikel sejak 2001 tersebut. Mereka tak akan melupakan nama perusahaan itu, yang membuat hidup mereka berubah karena udara dan air jadi kotor, laut jadi dangkal dan penuh lumpur.

Mantan Komisaris Yudistira, Yulius Isyudianto, melaporkan Agus Suparmanto, investor perusahaan itu, menggelapkan keuntungan perusahaan hasil menggali nikel di Tanjung Buli sebesar Rp 500 miliar. “Baru kali itu kami tahu perusahaan tersebut ternyata bukan punya Antam,” ujar Slamet Kiye, penduduk Buli, kepada Tempo pada 24 Maret lalu.

Penduduk hanya tahu, kata Slamet, perusahaan yang memangkas bukit dan membuang sisa nikel ke laut Tanjung Buli itu adalah PT Aneka Tambang (Antam). Baru kali itu pula Slamet dan para nelayan di sana tahu bahwa pemilik perusahaan tersebut kini menjadi Menteri Perdagangan.

Berita itu cepat menyebar karena ada yang mengunggahnya ke Facebook lalu menular lewat WhatsApp, yang hanya memakai sinyal Telkomsel dan tersedia ketika listrik menyala. Komentar para nelayan seragam, terutama menyoroti nilai uang yang dipermasalahkan dalam laporan Yulius itu. “Di sini kami sengsara, di atas deal-nya miliar-miliaran,” ucap Slamet, 35 tahun. “Masyarakat enggak kebagian apa-apa.”

***

TAK hanya melaporkan Agus Suparmanto ingkar janji membagi keuntungan proyek selama 13 tahun itu, Yulius Isyudianto juga membongkar cara culas perusahaannya mendapatkan proyek tersebut. “Proyek itu tanpa tender dan harganya digelembungkan,” katanya.

Syahdan, pada 1999, kawan Yulius, Rafli Ananta Murad dan Sardjono, mengajaknya ikut tender pengerukan bijih nikel di Tanjung Buli, Halmahera Timur, yang ditawarkan PT Aneka Tambang. Perusahaan negara ini baru membuka area baru di pulau-pulau kecil di Maluku Utara itu dan mengklaim memiliki cadangan nikel sebanyak 220 juta ton nikel basah (WMT, wet metric ton)—cadangan nikel terbesar kedua Antam setelah Sulawesi Tenggara. Luas area nikel yang bakal dikeduk di Tanjung Buli adalah 2.340 hektare.

Rafli dan Sardjono berpengalaman dalam urusan tender di Antam, tapi mereka tak punya perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan. Yulius bersama Pramono Anung memiliki PT Yudistira Bumi Bhakti yang usahanya di bidang ini. “Tapi ternyata Yudistira tak punya modal,” ujar Rafli.

Rafli dan Yulius lalu mengontak Miming Leonardo, pemilik PT Surya Labuan Sari. Miming juga mengenal Agus Suparmanto, yang tengah berkibar dengan usaha percetakan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Muslihat Cukong di Ladang Cepu
2008-01-13

Megaproyek pengeboran di blok cepu menjanjikan fulus berlimpah. semua berlomba mengais rezeki dari lapangan minyak…

T
Terjerat Suap Massal Monsanto
2008-02-03

Peluang soleh solahuddin lolos dari kursi terdakwa kejaksaan agung kian tertutup. setumpuk bukti aliran suap…

H
Hijrah Bumi Angling Dharma
2008-01-13

Blok cepu membuat bojonegoro tak lagi sepi. dari bisnis remang-remang hingga hotel bintang lima.