Menyelamatkan Sketsa-sketsa Oesman Effendi
Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-04-09 / Halaman : / Rubrik : SN / Penulis :
SKETSA-SKETSA itu digambar pada kertas berukuran kecil. Tidak sama panjang-lebarnya. Ada yang 8,8 x 14 sentimeter, 10 x 12,5 sentimeter, dan 17,5 x 7 sentimeter. Sang pelukis, Oesman Effendi, tampak seperti memanfaatkan sembarang kertas yang kemudian diguntingnya rapi. Di atasnya, ia lalu menorehkan berbagai pengamatan atas lingkungannya. Wajah-wajah perempuan tua, panorama rumah-rumah dari kejauhan, perahu nelayan, rumah-rumah gadang berlatar gunung, hiruk-pikuk kerumunan, dua penjual, orang sedang bercakap, dan sebagainya. Betapapun alit, tidak seluruh bidang kertas terisi. Komposisinya senantiasa meninggalkan ruang kosong yang cukup. Tampak sang pelukis melatih keterampilan garis: tipis, tebal, titik, bahkan pada “secuil” kertas.
“Ada 2.000-3.000 sketsa Oesman Effendi di kertas-kertas kecil yang disimpan di keluarga, yang disajikan hanya 70 dari periode 1950-1955,” kata Oky Arfie, pengajar seni rupa Institut Kesenian Jakarta dan ketua pameran. Adanya ribuan arsip sketsa milik Oesman Effendi, yang akrab dipanggil OE, belum banyak diketahui publik seni rupa. Dan ini menggembirakan. Oesman dikenal sebagai pelukis yang mengeksplorasi kemungkinan munculnya suatu lukisan abstrak bercorak Indonesia. Karyanya banyak menampilkan bentuk dasar berbagai obyek di perkampungan, perdesaan, dan perkotaan yang ia abstraksikan dengan warna cerah. Sementara itu, sketsa-sketsa tersebut realis. “Itu membuktikan bahwa basis OE adalah realis,” ujar Oky.
Dalam belantika seni rupa kita, Oesman Effendi juga dikenal sebagai pemikir yang sering melontarkan pernyataan kontroversial. Pada 1969, misalnya, ia menyatakan bahwa seni rupa Indonesia belum ada, sehingga memicu perdebatan panjang. Dalam pameran di Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini, ditampilkan sebait alinea pernyataannya: “Jadi menurut keyakinan saya seni lukis Indonesia sedang tumbuh, belum ada, ia baru dalam proses mencari untuk menemukan bentuk khasnya”.
Oesman Effendi lahir pada 1919 di Koto Gadang, Sumatera Barat. Saat muda, ia merantau ke Batavia. Pada 1934-1939, dia bersekolah di teknik sipil Koningen Wilhelmina School. Oesman pernah memenangi lomba desain logo perpustakaan Bataviasche Kunstkring. Pada 1947, ia bergabung dengan Seniman Indonesia Muda di Solo. Pada 1950-an, Oesman pulang kampung. “Tujuh puluh sketsa ini dibuat saat OE kembali ke Koto Gadang,” tutur Oky.
Pameran sketsa Oesman Effendi (OE) yang digelar di Galeri Fakultas Seni Rupa IKJ, Jakarta Pusat, 7 April 2022. TEMPO/Faisal Ramadhan
Pada 1968, Oesman balik ke Jakarta. Ia ikut awal pendirian Taman Ismail Marzuki serta menjadi anggota Dewan Kesenian Jakarta pertama (1968-1972). Oesman menjabat Ketua DKJ pada 1970-1972.…
Keywords: Seni Rupa, Pameran Seni, Institut Kesenian Jakarta, Oesman Effendi, Sketsa, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.