Adu Kuat Mengolah Sampah

Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-04-23 / Halaman : / Rubrik : EB / Penulis :


PAHALA Nainggolan, Deputi Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi, langsung lesu ketika Pemerintah Kota Tangerang, Banten, meneken perjanjian kerja sama pengolahan sampah energi listrik (PSEL) dengan PT Oligo Infra Swarna Nusantara pada pertengahan Maret lalu. Oligo sebetulnya sudah memenangi tender proyek itu dua tahun lalu. Tapi pemerintah Tangerang tak kunjung menandatangani perjanjiannya.
Dua tahun terakhir, Wali Kota Tangerang Arief Rachadiono Wismansyah meminta bantuan KPK agar bisa membatalkan tender itu. Dalam hitung-hitungan pemerintah Tangerang, permintaan biaya pengolahan sampah (tipping fee) yang diajukan Oligo kelewat mahal dan tidak detail.
Kantong anggaran pemerintah daerah tak cukup buat menanggung biaya pengolahan sampah sebesar Rp 310 ribu per ton yang diajukan Oligo—termurah dibanding peserta tender lain. Dengan produksi sampah mencapai 1.400 ton per hari, pemerintah kota setidaknya harus menyediakan anggaran sampai Rp 434 juta per hari atau Rp 13 miliar per bulan. “Arief sudah bolak-balik minta perlindungan agar tender dibatalkan,” kata Pahala, Rabu malam, 20 April lalu.
Maju-mundurnya langkah Pemerintah Kota Tangerang dalam mengeksekusi proposal Oligo itu buntut dari kajian KPK pada 2020, yang menyimpulkan proyek pengolahan sampah menjadi energi listrik dalam bentuk pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) berpotensi terlalu mahal. Dalam skema bisnis itu, investor swasta punya dua sumber pemasukan untuk mengembalikan investasi dan mengeruk keuntungan.
Pundi-pundi pertama berasal dari tipping fee dari pemerintah daerah. Agar tidak memberatkan, pemerintah pusat menyediakan subsidi, maksimal Rp 500 ribu per ton. Sumber pemasukan kedua adalah PT Pembangkit Listrik Negara (Persero), yang bakal membeli setrum dari sampah itu dengan harga yang sudah dikunci pemerintah, maksimal US$ 13,35 sen per kilowatt-jam untuk pembangkit berkapasitas maksimal 20 megawatt.

Walikota Tangerang Arief R Wismansyah (kedua kanan), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan (tengah), dan Komisaris PT Oligo Infra Swarna Nusantara (Oligo) Bambang Brodjonegoro (kedua tengah), saat penandatanganan perjanjian kerja sama antara Oligo dan pemerintah Kota Tangerang untuk membangun pengolahan sampah menjadi energi listrik, 9 Maret 2022. Tangerangkota.go.id
Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Jadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. “Kontraknya take or pay semua. Take or pay ke kiri (dengan pemerintah daerah), take or pay ke kanan (PLN). Kok, kontrak begini bisa hidup?” ujar Pahala.
Ketika menyimpulkan potensi kemahalan proyek PSEL tersebut, KPK sebetulnya menyodorkan opsi. Mereka mendorong pengolahan sampah menggunakan teknologi yang lebih murah, yaitu dengan mengubah sampah menjadi jumputan padat alias refused-derived fuel (RDF). Jumputan ini nantinya dibakar bersama (co-firing) di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara.
Kota Tangerang menjadi yang pertama mencoba teknologi RDF sejak April 2021, bekerja sama dengan PT Indonesia Power, anak perusahaan PLN. Pemerintah kota memproduksi jumputan padat dari tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing, lalu menjualnya ke PLTU Lontar milik Indonesia Power yang berjarak 30 kilometer dari TPA. “Setelah dicoba, eh, dia (Arief) diomelin sama Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi,” tutur Pahala.
Percobaan tersebut akhirnya berakhir. Tangerang tak sampai meningkatkan proyek itu ke skala komersial.
Setelah tertunda beberapa tahun, penandatanganan kontrak PLTSa dengan Oligo akhirnya tetap dilakoni Pemerintah Kota Tangerang. Gara-gara lokasi TPA Rawa Kucing berdekatan dengan Bandar Udara Soekarno-Hatta, proyek digarap dengan dua langkah: memproduksi RDF di TPA, lalu mentransfernya ke PLTSa Oligo yang agak jauh dari bandara. “Kementerian Koordinator Kemaritiman tetap mendorong Tangerang melaksanakan PLTSa tersebut,” ucap Pahala.…

Keywords: PT PLN (Persero)Komisi Pemberantasan KorupsiSampahPenanganan SampahPLTSa
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…