Aksi Cepat Tanggap Cuan

Edisi: Edisi / Tanggal : 2022-07-02 / Halaman : / Rubrik : LAPUT / Penulis :


TUJUH belas tahun memimpin Aksi Cepat Tanggap (ACT), lembaga yang mengelola dana publik untuk kegiatan kemanusiaan, Ahyudin lengser pada 11 Januari lalu. Namun pendiri ACT itu baru mengumumkan pengunduran dirinya melalui akun Facebook “Ahyudin Gmc” pada pertengahan April lalu. “Dengan sebab-sebab yang amat saya sesalkan dan saya prihatinkan,” tulis Ahyudin.
Ketika berkunjung ke kantor Tempo pada Jumat, 1 Juli lalu, Ahyudin bercerita bahwa pada 11 Januari itu datang rombongan yang terdiri atas sekitar 40 orang ke ruang kerjanya. Mereka dipimpin tim Pengawas Yayasan ACT. Hadir juga Presiden ACT Ibnu Khajar serta anggota Dewan Pembina ACT, Imam Akbari dan Hariyana Hermain.
Menurut Ahyudin, mereka memaksa dia menandatangani surat pengunduran diri hari itu juga. Permintaan Ahyudin agar ia diberi waktu satu malam untuk berpikir langsung ditolak. “Mereka mengancam tidak akan ke luar ruangan sebelum saya tanda tangan,” ujar Ahyudin.
Bekas Direktur Masyarakat Relawan Indonesia, organisasi yang berada di bawah Yayasan ACT, Tengku Mustafa Tiba, mengatakan mereka yang datang sampai menuding-nuding bosnya. Tak mau ada keributan, Ahyudin akhirnya menandatangani surat pengunduran diri. Melepas jabatan tertinggi di ACT dan organisasi terkait lain, ia kini mendirikan Global Moeslim Charity.

Bekas Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin (tengah) melihat pemberangkatan bantuan untuk Palestina di Surabaya, Jawa Timur, Desember 2018. ANTARA/Moch Asim
Namun Presiden ACT Ibnu Khajar membantah tudingan Ahyudin. Ia mengatakan para petinggi ACT meminta Ahyudin mundur baik-baik. Dewan Syariah ACT pun memberi nasihat untuk segera meregenerasi kepemimpinan lembaga itu. “Suasananya enak, kami bersalaman, bahkan salat zuhur berjemaah,” kata Ibnu saat menyambangi kantor Tempo pada Selasa, 28 Juni lalu.
Ibnu enggan menjelaskan alasan petinggi ACT meminta Ahyudin mundur. Namun sejumlah narasumber yang ditemui Tempo sejak Januari lalu mengatakan mundurnya Ahyudin disebabkan oleh krisis keuangan yang melanda ACT. Indikasinya, lembaga yang mengumpulkan rata-rata Rp 540 miliar per tahun pada 2018-2020 itu memotong gaji karyawan hingga lebih dari 50 persen pada Oktober-Desember 2021.
Kepada jurnalis majalah ini, seorang karyawan ACT menunjukkan bukti transfer gaji yang diterimanya pada Oktober tahun lalu, yaitu Rp 5,931 juta. Padahal, bulan sebelumnya, dia masih menerima gaji utuh sebagai manajer sebesar Rp 14,1 juta. Karyawan ini bercerita, ACT juga menghilangkan fasilitas makan siang yang saban hari tersedia di lantai 9, 10, 11, dan 22 Menara 165, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, kantor pusat ACT.
Di tengah kondisi itu, muncul pesan elektronik berisi permintaan pencairan duit Rp 11,726 miliar untuk pembangunan Masjid Dermawan dan kawasan Pesantren Peradaban tahap II. Dua proyek tersebut berada di Desa Cintabodas, Kecamatan Culamega, Tasikmalaya, Jawa Barat. Cintabodas adalah kampung halaman Ahyudin. Duit itu diminta dicairkan pada Senin, 3 Januari lalu.
Adapun rekening penerima duit itu atas nama Rosman, adik kandung Ahyudin. Dalam waktu cepat, informasi itu beredar di berbagai grup karyawan, disusul pesan berantai soal rencana menggulingkan Ahyudin.

Ditemui Tempo di rumahnya di Cintabodas, Rosman membenarkan adanya rencana pembangunan pesantren dan masjid. “Dulu memang ada rencana pembangunan oleh ACT, tapi hingga sekarang tak ada uang yang ditransfer,” ujarnya. Senior Vice President ACT Hariyana Hermain juga membantah ada transfer dana Rp 11 miliar ke rekening Rosman.
Sejumlah anggota staf dan mantan petinggi ACT mengatakan krisis keuangan yang melanda lembaga itu diduga disebabkan oleh berbagai pemborosan dan penyelewengan selama bertahun-tahun. Pemborosan, misalnya, terlihat dari gaji petinggi ACT yang fantastis. Gaji Ahyudin saat masih menjabat Ketua Dewan Pembina ACT disebut-sebut lebih dari Rp 250 juta per bulan.
Sedangkan pejabat di bawah Ahyudin, seperti senior vice president, beroleh upah sekitar Rp 150 juta. Adapun vice president mendapat Rp 80 juta per bulan. Di bawahnya, level direktur eksekutif digaji sekitar Rp 50 juta dan direktur mendapat Rp 30 juta.
Dua mantan petinggi ACT yang ditemui…

Keywords: BencanaAksi Cepat TanggapACTIbnu KhajarAhyudin
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

W
Willem pergi, mengapa Sumitro?; Astra: Aset nasional
1992-08-08

Prof. sumitro djojohadikusumo menjadi chairman pt astra international inc untuk mempertahankan astra sebagai aset nasional.…

Y
YANG KINI DIPERTARUHKAN
1990-09-29

Kejaksaan agung masih terus memeriksa dicky iskandar di nata secara maraton. kerugian bank duta sebesar…

B
BAGAIMANA MEMPERCAYAI BANK
1990-09-29

Winarto seomarto sibuk membenahi manajemen bank duta. bulog kedatangan beras vietnam. kepercayaan dan pengawasan adalah…