Tren Busana Ramah Lingkungan
Edisi: 23 Okt / Tanggal : 2022-10-23 / Halaman : / Rubrik : GH / Penulis :
SEORANG perempuan Lembah Bada, Lore Selatan, Poso, Sulawesi Tengah, tampak berulang kali menghantamkan peboba—pentungan tradisional yang terbuat dari kayu enau atau aren—pada kulit kayu pohon bea atau saeh yang membujur di atas sebuah balok. Kulit kayu yang juga bernama paper mulberry tersebut tampak makin tipis dan lebar. Proses ini adalah tahap pembuatan salah satu bahan pakaian ramah lingkungan atau sustainable fashion, yaitu kain tapa.
Perajin kain kulit kayu yang oleh warga setempat disebut ranta tersebut adalah salah satu pemasok material dasar jenama fashion Cinta Bumi Artisans. Pendiri merek produk ramah lingkungan ini, Novieta Tourisia, 35 tahun, mengatakan menggandeng masyarakat Lembah Bada sejak 2016.
"Sustainable fashion menjadi tren gaya busana global karena penjualan terus meningkat,” kata Novieta saat menunjukkan rekaman video pembuatan kain tapa kepada Tempo, Kamis, 20 Oktober lalu.
Novieta menjelaskan, Cinta Bumi Artisans berupaya menjadi salah satu brand busana berkelanjutan dengan memastikan sejumlah proses produksinya berpihak pada alam dan manusia. Dia menjelaskan, pohon bea baru akan dipanen setelah berusia 18 bulan dengan ciri fisik memiliki diameter 2-3 sentimeter. Hal ini menyebabkan pembuatan kain tapa tak bisa seperti proses dalam industri tekstil yang mengusung konsep fast fashion.
Produk dari kain kulit kayu produksi Cinta Bumi Artisan/Dokumentasi Cinta Bumi Artisan
Selembar kulit pohon bea bisa menjadi kain dengan lebar maksimal 30 sentimeter dan panjang 300 sentimeter. Pembuatan kain ini memakan waktu 12 hari. Setelah dipanen, kulit pohon akan melalui tahap perebusan dan fermentasi sebelum masuk fase pembentukan dengan peboba.
Cinta Bumi Artisans pun mengembangkan konsep berkelanjutan dengan memberikan kesejahteraan kepada para perajin kain tapa. Hal ini juga membuat harga produk jenama itu lebih mahal dibanding busana umumnya. Satu helai pakaian saja dihargai Rp 800 ribu-1,5 juta.
Selain bahan, desain busana Cinta Bumi Artisans cukup sederhana. Novieta mengatakan penerapan pola dan potongan pakaian yang simpel itu bertujuan memperkecil jumlah sisa kain dalam pembuatannya. Jika masih ada sisa, mereka tetap bisa menggunakannya karena telah mengembangkan berbagai produk aksesori dengan bahan tersebut. Beberapa produk yang muncul dari langkah penghematan ini adalah syal, dompet, tas, juga jurnal yang harganya berkisar Rp 250-450 ribu per unit.
Cinta Bumi Artisans pun mengembangkan sebuah workshop dan kebun bunga di kawasan Ubud, Bali, empat tahun terakhir. Mereka menanam dan mengolah sejumlah bunga menjadi pewarna alami. Selain itu, mereka menggunakan pewarna alami dari limbah dapur, seperti kulit bawang bombai dan biji alpukat.
"Kami juga sedang menggarap desain dari kain tenun Tumanggal, Jawa Tengah, dan kain tenun serat nanas Subang, Jawa Barat," tuturnya.
Meski demikian, Novieta melanjutkan, komitmen terhadap bisnis pakaian berkelanjutan tak mudah dijalankan. Produk mode ini masih memiliki pasar yang terbatas. Busana Cinta Bumi Artisans awalnya hanya bisa dijual…
Keywords: Jakarta Fashion Week, Sustainable Fashion, Fashion Ramah Lingkungan, Fast Fashion, Pakaian Ramah Lingkungan, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Tak Terpisahkan Capek, Jazz, dan Bir
1993-10-02Sejumlah eksekutif mencari dunia lain dengan mendatangi kafe. kafe yang menyuguhkan musik jazz jadi rebutan.…
AGAR MISS PULSA TIDAK KESEPIAN
1993-02-06Pemakaian telepon genggam atau telepon jinjing kini tak hanya untuk bisnis tapi juga untuk ngobrol.…
INGIN LAIN DARI YANG LAIN
1992-02-01Festival mobil gila dalam pesta otomotif 92 di surabaya akan diperlombakan mobil unik, nyentrik dan…