Apokalipse

Edisi: 30 Okt / Tanggal : 2022-10-30 / Halaman : / Rubrik : CTP / Penulis :


Kasandung wohing pralaya, Kaselak banjir ngemasi…
SELALU muram, menakutkan, selalu apokaliptik. Apa yang sering disebut sebagai “ramalan” dalam pelbagai karya sastra Jawa hampir selamanya distopia, imajinasi tentang masa depan yang membungkam harapan baik di hari nanti.
Di atas kita baca potongan kata-kata yang konon diucapkan Sabdo Palon, seorang pendeta di masa akhir Majapahit, pembela identitas “Jawa”—meskipun mungkin sekali ia tokoh fiktif—di hadapan sesuatu yang mengancam. Dengan menggunakan kerusakan alam sebagai pasemon, ia tak membicarakan malapetaka perubahan iklim, melainkan guncangan sosial-politik.
Udan barat salah mangsa, Angin gung anggegirisi, Kayu gung brasta sami, Tinempuhing angina angun, Katah rebah amblasah, Lepen-lepen samya banjir, Lamun tinon pan kados samodra bena.
Hujan angin salah musim Badai deras menakutkan, Merobohkan pepohonan besar Yang terlanda, semua Bergelimpangan, berantakan Dan sungai-sungai yang banjir Tampak seperti lautan.
“Sabda Palon”, entah siapa sebenarnya penulisnya, mendeskripsikan tatanan yang runtuh, ketika batas-batas yang dipatuhi hilang. Di sana diuraikan kejatuhan Majapahit, yang terkenal dilambangkan sebagai sirna ilang kertaning bumi atau “punahnya kesejahteraan semesta”, ketika kerajaan Hindu Jawa itu melorot, bersama datangnya “zaman Islam”.…

Keywords: Perubahan IklimRanggawarsitaMajapahitApokalipseSabdo Palon
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

X
Xu
1994-05-14

Cerita rakyat cina termasyhur tentang kisah percintaan xu xian dengan seorang gadis cantik. nano riantiarno…

Z
Zlata
1994-04-16

Catatan harian gadis kecil dari sarajevo, zlata. ia menyaksikan kekejaman perang. tak jelas lagi, mana…

Z
Zhirinovsky
1994-02-05

Vladimir zhirinovsky, 47, banyak mendapat dukungan rakyat rusia. ia ingin menyelamatkan ras putih, memerangi islam,…