Kata, Kata, Dan Kata
Edisi: 27 Nov / Tanggal : 2022-11-27 / Halaman : / Rubrik : SN / Penulis :
SEBENARNYA panggung, atau pentas, itu “tidak ada”. Juga para pemeran, properti, lampu, gambar-gambar yang disorotkan, bahkan musik. Yang kita tangkap adalah kata, kata, kata. Kata yang membentuk kalimat, kalimat yang menyampaikan sesuatu. “Aku Radha, tapi tak bisa membaca.” Atau, “Ia berdusta, dengan sangat pintar.” Kalimat yang lain, “Aku menang atau tewas, akan menjawab siapa diriku.” Atau yang agak panjang, “Aku terbunuh, atau Arjuna, putra Anda tetaplah lima. Tapi anak bukanlah angka-angka.”
Tentu saja kutipan itu di luar kepala, tak persis benar. Yang terbawa dalam ingatan—setelah keluar dari Teater Kotak Hitam Salihara, setelah sekitar 90 menit “mendengarkan” pergelaran Surat-Surat Karna—terasa lebih “murni” dibanding, misalnya, mengutip naskah.
Kebetulan saya tahu cerita tentang Karna, Adipati Awangga, kadipaten di bawah Kerajaan Astina dari pertunjukan wayang kulit, dari komik R.A. Kosasih. Maka, selama duduk mendengarkan dalam keremangan itu, “sesuatu”…
Keywords: Goenawan Mohamad, Teater Salihara, Teater, Karna, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.