Setelah Batam Jadi Juragan Lahan

Edisi: 11 Des / Tanggal : 2022-12-11 / Halaman : / Rubrik : LIN / Penulis :


DARI rumah Amin di Kelurahan Tembesi, raungan buldoser yang meratakan tanah menguruk mangrove Sungai Pengabu di Kota Batam, Kepulauan Riau, terdengar begitu keras. Berjarak 20 meter dari sungai itu, laki-laki 45 tahun ini bisa melihat dengan jelas aktivitas penimbunan sungai yang dulu rimbun ini. “Katanya mau jadi kompleks perumahan,” kata Amin. Sungai Pengabu bercabang menjadi anak-anak sungai. Salah satunya mengalir ke depan rumah Amin. Dari anak sungai itu, Amin biasanya melayarkan sampan untuk melaut. Akibat penimbunan sungai, air tak lagi mengalir. Selain timbunan tanah kuning, badan sungai kini dipenuhi sampah. Jangankan melaut, kini Amin dan para nelayan di Tembesi tak lagi bisa menangkap udang yang biasanya mengkal-mengkal di pantai dan muara sungai. Ketika bisa melaut pun, kapal tersangkut tanah yang menimbun pantai. Para nelayan harus mendorong perahu hingga ke tengah agar bisa mengayuh. Pada akhir September lalu, Abdul Ganip baru saja menyandarkan kapalnya. Laki-laki 57 tahun tetangga Amin itu baru pulang setelah seharian melaut. Sambil tersenyum kecut, ia menunjukkan sedikit tangkapan: beberapa ekor udang yang disimpan dalam termos merah. Ketika ditimbang, semua udang itu tak sampai 1 kilogram. “Cuma buat makan orang serumah,” katanya. Ganip mengingat hasil tangkapannya terus turun dua tahun belakangan sejak sungai-sungai yang bermuara ke laut Batam diuruk untuk dijadikan permukiman atau pergudangan. Ongkos yang ia keluarkan acap tak tertutup oleh hasil tangkapan. Pendangkalan pantai membuat ia makin jauh melaut. Artinya, biaya solar bertambah.

Warga melintas di kawasan mangrove yang ditimbun untuk perumahan, di Tembesi, Sagulung, Batam, Kepulauan Riau, 21 November 2022. Tempo/Yogi Eka Sahputra.
Tiga tahun lalu, udang dan kepiting masih berlimpah. Ganip bercerita, ia bisa menangkap udang dan kepiting 3 kilogram sehari. Pendapatannya kala itu Rp 250 ribu. Penghasilan itu, dia menjelaskan, cukup untuk biaya kebutuhan keluarga dengan satu istri dan empat anak. “Kini nyari Rp 50 ribu saja susah,” ucapnya. Ganip tak punya pilihan pekerjaan. Melamar menjadi buruh pabrik di kawasan industri, umurnya sudah lewat untuk jadi karyawan. Nelayan adalah andalannya mencari penghidupan. Dengan empat anak, penghasilannya yang tak menentu setiap hari membuat ia kesulitan memenuhi biaya sekolah. Ia tak…

Keywords: Hutan MangroveDeforestasiBatamMangroveBP Batam
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Indorayon Ditangani oleh Labat Anderson
1994-05-14

Berkali-kali lolos dari tuntutan lsm dan protes massa, inti indorayon kini terjerat perintah audit lingkungan…

B
Bah di Silaut dan Tanahjawa
1994-05-14

Dua sungai meluap karena timbunan ranting dan gelondongan kayu. pejabat menuding penduduk dan penduduk menyalahkan…

D
Daftar Dosa Tahun 1993
1994-04-16

Skephi membuat daftar hutan dan lingkungan hidup yang mengalami pencemaran berat di indonesia. mulai dari…