Yang Pertama Datang Dari Jerman

Edisi: 25 Des / Tanggal : 2022-12-25 / Halaman : / Rubrik : SN / Penulis :


PERANG Dunia II baru saja berakhir. Negara-negara Asia dan Afrika di selatan bumi baru merdeka dan dalam semangat yang berkobar-kobar untuk membangun negeri “baru” mereka. Sedangkan di utara, negara-negara Eropa bangkit dari puing-puing perang dan menata diri untuk menjadi negeri yang berbeda.
Di saat seperti ini, bangunan modern dipakai untuk memberi pernyataan. Di Indonesia, Sukarno—presiden lulusan Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang Institut Teknologi Bandung)—yakin bahwa gedung dan karya arsitektur modern mampu menjadi representasi semangat nasionalisme yang ia gelorakan.
Hal yang sama terjadi nun di Jerman. Setelah debu perang turun, sebagian besar kota masih tenggelam dalam puing. Pembangunan digesa agar jutaan orang bisa hidup layak dan kekalahan mudah dilupakan. Tentu sejumlah altbau (bangunan lama) dibangun kembali dan dimanfaatkan, tapi kecepatan dan efisiensi memaksa mereka membuat neubau (bangunan baru) dengan proses yang jauh lebih praktis. Modernisme, yang menekankan fungsi, dipilih.
Di waktu seperti itu, belasan anak muda Indonesia tiba di Jerman untuk belajar tentang arsitektur. Sebagian sudah sempat kuliah arsitektur di Bandung dan Delft, Belanda. Namun memanasnya hubungan Belanda-Indonesia terkait dengan perebutan Papua membuat mereka harus angkat kaki dari Belanda dan mencari tempat belajar baru. Jerman menjadi tujuan mereka. Setelah lulus di awal 1960-an, mereka menjadi salah satu bagian penting dalam sejarah arsitektur Indonesia modern.
Perjalanan mereka—sejak belajar di Jerman hingga berkarya di Indonesia—diceritakan dalam simposium, penerbitan, dan pameran berjudul “Dipl.-Ing. Arsitek: Arsitek Indonesia Lulusan Jerman dari Tahun 1960-an”. Serangkaian kegiatan itu ditutup dengan pameran di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pada 12 Desember 2022-12 Januari 2023. Kegiatan ini merupakan produksi kerja sama sbca (Berlin) dan Yayasan Museum Arsitektur Indonesia (Jakarta) dengan dukungan pemerintah Jerman dalam rangka 70 tahun hubungan diplomatik Jerman-Indonesia.



Keywords: ArsitekturRomo MangunHan AwalMustafa PamuntjakArsitek Indonesia
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

A
Ada Keramaian Seni, Jangan Bingung
1994-04-23

Seminggu penuh sejumlah seniman menyuguhkan berbagai hal, bertolak dari seni pertunjukan, musik, dan seni rupa.…

M
Mempertahankan Perang Tanding
1994-06-25

Reog khas ponorogo bisa bertahan, antara lain, berkat festival yang menginjak tahun ke-10. tapi, di…

R
Reog Tak Lagi Menyindir
1994-06-25

Asal asul adanya reog ponorogo untuk memperingati perang tanding antara klanasewandono dengan singabarong.