Jalan Sunyi Para Pemberani
Edisi: 25 Des / Tanggal : 2022-12-25 / Halaman : / Rubrik : LAPSUS / Penulis :
KEKERASAN seksual mengepung kita sepanjang tahun ini. Kasus bermunculan, laporan berhamburan, timbul-tenggelam di media sosial, bersusulan dengan debat tentang kandungan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Ia dikecam karena isinya belum komprehensif, tapi memberi harapan Indonesia selangkah lebih beradab.
Undang-Undang TPKS memberikan peluang baru bagaimana seharusnya melindungi para korban kekerasan seksual, keluarganya, juga para saksi berbicara di muka hukum. Regulasi itu juga menjadi perjalanan baru bagi para pegiat anti-kekerasan seksual dan mereka yang bekerja mendampingi para korban kejahatan ini. Advokasi memiliki payung hukum yang cukup kuat.
Memang, aturan pencegahan kekerasan seksual belum final. Pemerintah masih punya utang menuntaskan 10 aturan turunan Undang-Undang TPKS untuk mempermudah implementasi teknisnya di masyarakat. Pemerintah juga masih harus menggiatkan edukasi tentang regulasi baru tersebut kepada masyarakat dan lembaga yang terlibat dalam penegakan hukum terhadap kasus kekerasan seksual.
Andy Yentriyani di Jakarta, 21 Oktober 2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
Selama ini, pelindungan terhadap korban kekerasan seksual mentok secara hukum. Para korban menjadi korban berikutnya ketika hendak menuntut keadilan atas kemalangan yang mereka derita. Tangan besi hukum memerlukan kesaksian para korban yang menguak kembali kejadian gelap yang membuat mereka trauma. Belum lagi menghadapi adat dan tradisi, keyakinan, hingga tafsir kitab suci agama yang menempatkan perempuan lebih rendah dari laki-laki.
Korban kekerasan seksual bisa juga laki-laki. Namun budaya patriarki yang menggelayuti alam pikiran masyarakat Indonesia membuat perempuan jauh lebih menderita ketika menjadi korban kekerasan seksual. Karena itu, barangkali, para pendamping korbannya lebih banyak perempuan karena empati yang jauh lebih mendalam seperti laporan khusus Tokoh Tempo 2022 yang sedang Anda baca ini.
Bivitri Susanti di Jakarta. [EMPO/STR/M Taufan Rengganis
Kami mengangkat mereka yang bergiat dalam pendampingan korban kekerasan seksual bukan hanya karena hiruk-pikuk pemberitaan tema ini setahun terakhir. Yang lebih penting dari sekadar berita viral adalah penghargaan kepada mereka yang bekerja di jalan sunyi, mereka yang mengorbankan waktu dan tenaga serta menghidupkan nyali menempuh jalan pendampingan yang sulit ini.
Ada lima perempuan terpilih dalam edisi khusus Tokoh Tempo 2022. Mereka para aktivis yang konsisten melawan kekerasan seksual. Tak hanya untuk diri mereka sendiri, para perempuan tersebut juga berkampanye menyadarkan masyarakat akan pentingnya mencegah kejahatan ini, menularkan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya mendapatkan keadilan jika menjadi korban.
Lima nama ini terjaring dari daftar panjang para aktivis anti-kekerasan seksual. Kami bertanya kepada organisasi masyarakat, lembaga, pakar, dan aktivis di berbagai daerah untuk mendapatkan profil mereka. Pada tahap awal, ada 24 nama yang masuk ke redaksi dengan profil yang mencengangkan. Mereka benar-benar para pemberani yang bekerja membela orang lain jauh dari lampu sorot popularitas.
Tentu saja profil menarik mereka tak bisa kami tulis seluruhnya. Pada akhirnya kami harus membuat kriteria agar profil yang kami tampilkan tetap mewakili…
Keywords: Tokoh Tempo, kekerasan seksual, Pemerkosaan Santri, UU TPKS, Perkawinan Anak, Anti Kekerasan Seksual, Undang-Undang TPKS, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Ini Keringanan atau Deal yang Rasional?
1994-02-05Setelah mou ditandatangani, penggubah lagu pop rinto harahap akan diakui kelihaiannya dalam bernegosiasi perkara utang-piutang.…
Modifikasi Sudah Tiga Kali
1994-02-05Perundingan itu hanya antara bi dan pt star. george kapitan bahkan tidak memegang proposal rinto…
Cukup Sebulan buat Deposan
1994-02-05Utang bank summa masih besar. tapi rinto harahap yakin itu bisa lunas dalam sebulan. dari…