Koma Dengan Gema Yang Lama
Edisi: 29 Jan / Tanggal : 2023-01-29 / Halaman : / Rubrik : OBI / Penulis :
SETIAP kali serangkaian pertunjukan Teater Koma berakhir, yang biasanya bisa berlangsung sekitar dua-tiga minggu—Norbertus Riantiarno mengaku hampir pasti merasakan serentetan sensasi kelegaan dan kegembiraan, sekaligus kecemasan dan kegelisahan baru. Keadaan seperti ini telah berlangsung bahkan sejak pementasan Rumah Kertas yang menandai produksi perdana Teater Koma (Agustus 1977) hingga Roro Jonggrang (Oktober 2022).
Betapa kuat semangat dalam diri Nano—panggilan akrab N. Riantiarno—untuk tiada henti melanglang dan bertualang di jagat teater. Elan yang senantiasa terbarukan. Begitu rampung menggelar satu produksi teater, dia sudah kembali “kelabakan” untuk bisa segera memanggungkan lakon yang lain.
Begitu terus pria yang lahir di Cirebon, Jawa Barat, 6 Juni 1949, ini berderap teramat produktif dari waktu ke waktu. Semacam ketagihan atau keranjingan berteater guna menjawab kecemasan dan kegelisahan baru yang tiada habis-habisnya itu.
Agak sulit dibayangkan bahwa selama 45 tahun kiprah Nano mengepalai sekaligus menangani Teater Koma, produksi terus bergulir dan berhasil terkemas sebanyak 225 pementasan. Sungguh jumlah pementasan yang fantastis. Artinya dalam setahun tersaji rata-rata lima nomor produksi. Boleh jadi itu meliputi pergelaran besar yang biasanya diselenggarakan sekitar Maret dan November.
Selain itu, ada pementasan kecil seperti di museum, sekolah, kampus, stasiun televisi, serta di aneka komunitas. Sebuah capaian yang menakjubkan memang, mengingat sangat jarang kelompok teater di negeri ini mampu bertahan hingga lebih dari empat dekade dan tetap rutin bahkan terlalu rajin manggung.
Tak pelak, Teater Koma adalah cermin produktivitas dan tentu juga kualitas sekaligus. Semua terpadu dalam satu paket. Dan paket itu terus terjaga serta terolah dengan intens sedari Teater Koma berdiri pada 1 Maret 1977 di Jakarta. Tekad bulat para pendiri begitu jelas terpahat. Mereka benar-benar sehimpun penyayang teater. Begitu sejati dan sepenuh hati.
Para pendiri itu, selain N. Riantiarno, tercatat nama Ratna Madjid Riantiarno, Syaeful Anwar, Rudjito, Jajang C. Noer, Rima Melati, Titi Qadarsih, Otong Lenon, Cini Goenarwan, Jim Bary Aditya, Agung Dauhan, dan Zaenal Bungsu. Semua ada 12 orang berdasarkan kolektif kekeluargaan.
Adapun ihwal penamaan Teater Koma, tak syak, mengandung makna yang dalam. Rupanya nama itu sudah berada di saku Nano. Artinya, dialah yang paling siap meletupkan nama itu dengan segala alasan, penjelasan, dan filosofinya. Dengan menggebu-gebu Nano menjelaskan bahwa nama Teater Koma mengandung makna teater yang tidak akan pernah selesai…
Keywords: Seniman Teater, Sutradara Teater, Teater Koma, Nano Riantiarno, Norbertus Riantiarno, Dramawan, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Melukis itu Seperti Makan, Katanya
1994-04-23Pelukis nashar yang "tiga non" itu meninggal pekan lalu. tampaknya sikap hidupnya merupakan akibat perjalanan…
Pemeran Segala Zaman
1994-04-23Pemeran pembantu terbaik festival film indonesia 1982 itu meninggal, pekan lalu. ia contoh, seniman rakyat…
Mochtar Apin yang Selalu Mencari
1994-01-15Ia mungkin perupa yang secara konsekuen menerapkan konsep modernisme, selalu mencari yang baru. karena itu,…