Tutup-buka Menangkap Gurita

Edisi: 5 Febr / Tanggal : 2023-02-05 / Halaman : / Rubrik : LIN / Penulis :


SEJAK 2019, Erwin Risky Hidayat, 40 tahun, tak pernah mendapatkan tangkapan gurita dengan berat di atas satu kilogram. Sejak tahun itu pula, nelayan asal Pulau Langkai, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, tersebut mesti melaut sejauh minimal 10 mil (sekitar 18,5 kilometer) untuk memperoleh gurita dengan bobot seadanya. Tangkapannya kerap tak sebanding dengan tenaga, waktu, dan ongkos yang dikeluarkan. 
Menurut nelayan yang menangkap gurita sejak 2005 itu, semula lautan di sekitar Pulau Langkai dikenal sebagai "rumah gurita". Kabar tentang banyaknya gurita di sana dan harganya yang tinggi membuat nelayan dari luar Langkai berbondong-bondong ikut menangkap satwa laut tersebut. "Sayangnya, banyak yang memakai cara yang tidak ramah lingkungan. Akibatnya, terumbu karang sebagai rumah gurita rusak," kata Erwin, Rabu, 1 Februari lalu. 
Saking jarangnya bertemu dengan gurita besar dan makin ketatnya persaingan di lautan untuk mendapatkan gurita, Erwin melanjutkan, para nelayan terpaksa mengangkut gurita yang masih sangat kecil untuk dijual dengan harga murah. "Ini yang membuat gurita makin lama makin jarang. Rumahnya dirusak, yang masih anak-anak sudah diambil," tuturnya.

Pemasangan penanda buka-tutup wilayah penangkapan gurita yang dilakukan oleh nelayan, 18 Februari 2022/Yayasan Konservasi Laut Indonesia, Sulawesi Selatan
Paceklik gurita juga dirasakan Abdul Halik Mappa, Ketua Kelompok Nelayan Sipakullong, dari Desa Torosiaje, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Para nelayan gurita di desa itu malah harus menginap tiga-empat malam di tengah laut demi mendapatkan gurita yang kebanyakan merupakan grade C—berbobot 0,5-0,9 kilogram. Mereka bahkan acap harus puas dengan tangkapan gurita berbobot 3-4 ons yang tergolong grade D. 
Menurut Abdul, gurita grade B (1-1,9 kilogram) sudah jarang didapatkan. Apalagi gurita grade A (di atas 2 kilogram). Meski nelayan sudah bermalam di tengah lautan, kata Abdul, gurita yang dapat dibawa pulang hanya seberat 15-20 kilogram. "Sudah ongkosnya cukup banyak, risikonya juga besar karena kami harus melaut sampai ke luar daerah." 
Situasi itu membuat Abdul rindu melaut di dekat pantai. Ia juga sangat menginginkan gurita, kerapu, dan berbagai hewan lain kembali ke laut Torosiaje yang berada di Teluk Tomini. Sama seperti Abdul, Erwin ingin mengulang kejayaan nelayan gurita Langkai. Ia ingin kembali dapat menangkap gurita berbobot di atas 2 kilogram. 
Direktur Eksekutif Yayasan Konservasi Laut Indonesia Nirwan Dessibali mengatakan lembaganya melakukan riset mengenai potensi tangkapan nelayan dan kondisi sosial-ekonomi nelayan di Pulau Langkai dan Lanjukang sejak 2020. Riset awal itu mengungkap terus turunnya jumlah tangkapan nelayan. Komunitas nelayan di dua pulau terluar itu juga menghadapi beragam ancaman akibat praktik penangkapan ikan yang merusak ekosistem perairan. 
Menurut Nirwan, kedua pulau itu sebetulnya memiliki biodiversitas tinggi. "Di sana ada biota laut dilindungi dan…

Keywords: konservasiNelayanTerumbu KarangRamah Lingkungangurita
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Indorayon Ditangani oleh Labat Anderson
1994-05-14

Berkali-kali lolos dari tuntutan lsm dan protes massa, inti indorayon kini terjerat perintah audit lingkungan…

B
Bah di Silaut dan Tanahjawa
1994-05-14

Dua sungai meluap karena timbunan ranting dan gelondongan kayu. pejabat menuding penduduk dan penduduk menyalahkan…

D
Daftar Dosa Tahun 1993
1994-04-16

Skephi membuat daftar hutan dan lingkungan hidup yang mengalami pencemaran berat di indonesia. mulai dari…