Obrog-obrog Dulu Dan Kini

Edisi: 9 Apri / Tanggal : 2023-04-09 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :


BEGITULAH syair tembang "Gala-gala" yang dinyanyikan Juju, 22 tahun, memecah keheningan malam. Selepas hujan di tengah malam yang mengguyur Kota Cirebon, Jawa Barat, malam itu, dingin terasa bagi rombongan kecil tersebut. Juju menghangatkan tubuh mungilnya dengan jaket merah muda. Sementara itu, Widya, 18 tahun, mengenakan sweater hitam. Gadis yang belum lulus sekolah menengah pertama ini tengah menunggu giliran menyanyi. “Mbak Juju udah dua kali menyanyi. Sudah capek sepertinya, habis ini saya,” katanya.
Kedua perempuan muda itu tidak menyanyi di atas panggung, tapi di atas gerobak berukuran 3 x 1,5 meter. Mereka adalah bagian dari rombongan obrog-obrog pimpinan Agus yang berkeliling membangunkan warga bersahur. Grup obrog-obrog yang beranggota sepuluh orang ini tergabung dalam grup Yuswa Asep Entertainment. Mereka membawa seperangkat sound system yang dihubungkan dengan telepon seluler pintar untuk mencari lagu yang akan dinyanyikan di saluran YouTube. Untuk pembangkit listriknya, mereka membawa genset yang diikat dengan tali di belakang gerobak yang sudah dimodifikasi menggunakan terpal untuk pelindung jika hujan turun. 
“Beruntung sekarang tidak hujan, jadi kami bisa keliling,” ujar Agus. Kelompoknya baru tiga tahun terbentuk. Saat pandemi Covid-19 menerjang, pekerjaan sepi. Sang bos lalu meminta mereka membuat kelompok obrog-obrog yang bertugas membangunkan warga untuk bersahur di saat Ramadan. “Daripada alat-alat tidak terpakai juga,” tuturnya.

Juju dan Widya, biduan obrog dari grup Yuswa Asep Entertainment, pada 2 April 2023. Tempo/Ivansyah
Begitulah cerita kelompok obrog-obrog Agus yang mulai mewarnai dinihari Ramadan kali ini di wilayah Cirebon. Mereka satu dari banyak kelompok obrog-obrog yang membangunkan warga untuk bersahur. 
Mereka mulai bergerak sekitar pukul 00.00 WIB tanpa membunyikan musik lebih dulu. Sesampai di jalan besar, barulah musik dibunyikan dan biduan pun bernyanyi mengikuti alunan musik. Mereka menyusuri jalan raya di depan perumahan. “Seringnya kalau di perumahan kluster enggak boleh masuk. Jadi kami main di depan saja,” katanya. Mereka pun menyusuri jalan yang banyak rumah warga, bahkan hingga masuk gang yang bisa dilewati gerobak. “Kalau dihitung, mungkin sekitar 5-6 kilometer kami berjalan,” ujarnya. Saat subuh mereka kembali ke rumah. Mereka pun sahur sambil berjalan. 
Lain halnya rombongan obrog-obrog yang dipimpin Rido, 34 tahun. Terdiri atas tujuh orang, kelompok warga daerah Pecilon, Kabupaten Cirebon, tersebut menggunakan gerobak yang lebih kecil dan genset yang diletakkan di becak. Dengan gerobak kecil, mereka lebih leluasa masuk ke gang-gang kecil.
Mereka tak mempunyai penyanyi perempuan sehingga menyanyi bergantian. Jika lelah, mereka hanya memutar lagu-lagu yang diambil dari YouTube. Mereka sudah empat tahun menjalankan kelompok obrog-obrog ini. Untuk modal kerja, sound system dan genset mereka sewa dengan biaya sebesar Rp 600 ribu per bulan. 

Agus, pimpinan obrog sekaligus teknisi dari kelompok obrog Yuswa Asep Entertainment, di Cirebin, Jawa Barat, 2 April 2023. Tempo/Ivansyah
Dua kelompok obrog-obrog ini juga berkeliling di siang hari pada…

Keywords: Kabupaten KuninganRamadanBanyuwangiCirebonPuasa RamadanObrog ObrogTradisi Obrog Obrog
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…