Jaringan Sindikat Narkoba Fredy Pratama

Edisi: 24 Sep / Tanggal : 2023-09-24 / Halaman : / Rubrik : HK / Penulis :


TIBA-TIBA saja nama Fredy Pratama mencuat sebagai pentolan gembong narkotik dan obat-obatan terlarang. Polisi menyebutnya sebagai pemimpin sindikat narkoba Asia Tenggara yang memasok narkoba hingga setengah ton per bulan ke Indonesia. Untuk menambah kebesaran nama Fredy, polisi menyebut operasi perburuan Fredy sebagai “Operasi Escobar”.
Escobar merujuk pada Pablo Escobar (1949-1993), bos gembong narkoba paling terkenal dari Kolombia. Untuk memuluskan penyelundupan narkoba ke seluruh dunia, Escobar menjalin relasi dengan polisi, politikus, hingga eksekutif kekuasaan. Escobar bahkan pernah terpilih menjadi anggota parlemen Kolombia pada 1982.
Polisi menjuluki Fredy Pratama sebagai “Escobar Indonesia” setelah mendapat laporan transaksi perdagangan narkoba dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menghitung omzetnya mencapai Rp 51 triliun. Namun ihwal bagaimana Fredy membangun jaringan sehebat itu, polisi belum mendapatkan informasi terang. “Ini menjadi pekerjaan rumah besar kami,” kata Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Wahyu Widada, Jumat, 22 September lalu.
Transaksi narkoba Fredy Pratama, menurut temuan awal polisi, bernilai besar karena laki-laki 38 tahun yang lahir di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, itu memakai jaringan yang tak umum. Ia menyembunyikan uangnya di rekening bank teman-teman sekolahnya di Jawa Timur, kenalan-kenalannya di komunitas balap sepeda motor, atau teman-teman bermain biliarnya.

Yusa Hendriatmoko (kiri) dan Tri Wahyu di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, 19 september 2023. Tempo/Egi Adyatama
Salah satunya Tri Wahyu. Laki-laki 39 tahun ini adalah kakak kelas Fredy Pratama di Sekolah Menengah Atas Katolik Santa Maria, Kota Malang, Jawa Timur. Fredy menghubungi Tri pada 2007. Ia meminta temannya sesama pembalap liar itu mencarikannya rumah sewaan di Malang. Fredy ingin kembali ke kota tersebut setelah pulang ke rumah orang tuanya di Banjarmasin karena dikeluarkan dari sekolah.
Hobi balap liar sepeda motor itu yang merekatkan keduanya. Sekolah mengeluarkan keduanya sewaktu kelas I SMA karena mereka mengikuti balap liar. Tri tetap tinggal di Malang ketika Fredy pulang kampung. “Dia bilang ingin jadi bandar narkoba terbesar di dunia,” ucap Tri sewaktu menceritakan hubungannya dengan Fredy Pratama kepada Tempo, Selasa, 19 September lalu.
Tri hanya menganggap teman lamanya itu sudah gila. Toh, ia tetap mencarikan rumah kontrakan di Malang. Sejak saat itu, dia tahu temannya ini tak pernah lama tinggal di rumah kontrakan. Tiga tahun setelah terhubung kembali, Fredy meminta Tri membuatkan delapan rekening bank atas nama Tri Wahyu. Pegawai alih daya PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) itu menanyakan tujuan pembuatan rekening tersebut. Fredy beralasan rekening itu digunakan untuk menampung tabungannya.
Selama menerima transferan Fredy itu, Tri tak pernah menanyakan asal-usul uang itu. Ia terlalu senang mendapat bagian Rp 3-5 juta per bulan. “Kadang, kalau dia sedang senang, saya mendapat Rp 8-10 juta sebulan,” tutur Tri.
Pada 2010 itu pula Fredy meminta Tri menghubungkannya kepada teman lain sesama anggota komunitas balap liar di Malang. Tri lalu membawa Yusa Hendriatmoko ke sebuah turnamen biliar. Di sana, Fredy membawa beberapa orang Banjarmasin untuk berkenalan. Sama seperti permintaan kepada Tri, Fredy…

Keywords: InterpolBNNNarkobaPPATKFredy PratamaJaringan NarkobaSindikat Narkoba
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

V
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14

Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…

H
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14

Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…

P
Peringatan dari Magelang
1994-05-14

Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…