Industri Farmasi Untung Di Masa Pandemi, Mengapa Indofarma Rugi Dan Nyaris Pailit

Edisi: 15 Okt / Tanggal : 2023-10-15 / Halaman : / Rubrik : EB / Penulis :


MASKER INAmask buatan PT Indofarma Tbk (INAF) kini menjadi barang gaib. Tak ada satu pun pedagang di Pasar Pramuka, pusat perdagangan alat-alat kesehatan di Jakarta Timur, yang mengetahui keberadaan masker itu. Demikian pula para penjaga apotek Kimia Farma di Salemba dan Senen, Jakarta Pusat, yang didatangi Tempo pada Rabu, 11 Oktober lalu.
Tempo kemudian mencari INAmask di sejumlah platform perdagangan daring. Di sebuah toko online yang beralamat di Kelapa Gading, Jakarta Utara, satu kotak INAmask berisi 50 helai masker dijual Rp 35 ribu. Ternyata Kimia Farma pun menjual masker itu di toko online resminya. Harganya Rp 48.437 per kotak, lebih mahal daripada di apotek lain. Padahal Kimia Farma dan Indofarma adalah "perusahaan bersaudara" yang tergabung dalam holding badan usaha milik negara sektor farmasi.
Di masa pandemi Covid-19, tiga tahun lalu, INAmask adalah barang penting. Indofarma sampai harus bekerja sama dengan tiga produsen untuk membuat dan memasarkan masker tersebut. Tapi rupanya ada aroma tak sedap lantaran pengadaan INAmask membuat Indofarma merugi. Hasil audit internal perseroan menyebutkan jutaan kotak INAmask tak laku dan kini hanya bertumpuk di gudang. Badan Pemeriksa Keuangan pun sedang menyelisik pengadaan INAmask dan beberapa barang lain yang digarap Indofarma di masa pandemi. "Tunggu saja hasil auditnya," kata Direktur Utama Indofarma Agus Heru Daryono pada Kamis, 12 Oktober lalu. 


Baca Juga:
Mengapa Pengadaan Alat Tes Covid-19 di BNPB Kisruh


Bagi perusahaan industri farmasi lain, pandemi Covid-19 mungkin menjadi berkah. Banyak perusahaan yang meraup laba besar dari penjualan obat dan alat kesehatan hingga vaksinasi dan jasa tes Covid-19. Namun rupanya hal itu tak berlaku bagi Indofarma. Perusahaan produsen alat kesehatan ini malah mesti berhadapan dengan bekas rekanan bisnisnya di pengadilan. 

Petugas mengambil obat-obatan dan vitamin untuk pasien Covid-19, salah satunya Oseltamivir, di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung, Jawa Barat, 15 Juli 2021. Tempo/Prima Mulia
Pada 8 Juni lalu, PT Trimitra Wisesa Abadi dan PT Solarindo Energi Internasional yang menjadi pemasok Indofarma di masa pandemi mengajukan gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang. Dua perusahaan tersebut menggugat Indofarma yang tak kunjung membayar utang. Kepada Trimitra Wisesa, Indofarma berutang Rp 19,8 miliar. Sedangkan utang kepada Solarindo Energi mencapai Rp 17,1 miliar.
Gugatan itu muncul ketika utang Indofarma menggunung. Pada kuartal pertama 2023, total utang usaha Indofarma kepada pihak ketiga mencapai Rp 525 miliar. Utang terbesarnya mencapai Rp 73,6 miliar, yaitu kepada Myland Laboratories Limited. Utang ini berasal dari pembelian sejumlah obat Covid-19 seperti remdesivir dengan merek dagang DesremTM dan oseltamivir. Seperti masker INAmask, obat-obatan ini banyak yang tak terpakai. Vendor lain yang juga memiliki tagihan kepada Indofarma antara lain PT Widatra Bakti Laboratories, PT Catur Dakwah Crane Farmasi, dan PT Merapi…

Keywords: BNPBPT IndofarmaCovid-19Industri FarmasiPandemiObat Covid-19MaskerBudiyanto A. Gani
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…